READING
AND WRITING STORIES
A.
MENGEMBANGKAN
KONSEP BERCERITA SISWA
Konsep
cerita yaitu pengetahuan tentang sebuah cerita. Konsep anak bercerita berisi
informasi tentang unsur-unsur cerita, seperti tokoh, plot, dan setting, serta
informasi tentang konvensi yang digunakan oleh penulis. Para peneliti telah
mendokumentasikan bahwa konsep siswa bercerita dimulai pada tahun-tahun
prasekolah, dan anak-anak berumur dua setengah tahun telah memiliki pondasi dasar
cerita. Konsep cerita diperoleh anak-anak secara bertahap melalui mendengarkan
cerita yang dibacakan untuk mereka, membaca cerita sendiri, dan menceritakan
serta menulis cerita. Karena hal itulah maka tidak mengherankan jika anak-anak
yang lebih tua memiliki pemahaman yang lebih baik tentang struktur cerita serta
cerita yang dibacakan dan dituliskan menjadi lebih kompleks dibandingkan dengan
anak-anak yang lebih muda.
Konsep
siswa tentang cerita memainkan peran penting dalam menafsirkan cerita yang
mereka baca (handler & Johnson, 1977; Rumelhart, 1975; Stein & Glenn,
1979), dan hal tersebut sama pentingnya dengan menulis (Golden, 1984). Siswa
terus menumbuhkan pemahan tentang cerita melalui membaca dan menulis
pengalaman. Ketika anak-anak merespon dan mengeksplorasi cerita yang mereka
baca dan tulis, siswa belajar tentang unsur-unsur susunan cerita dan jenis atau
kategori cerita.
B.
Unsur-unsur
dalam Cerita
Dalam bab ini akan dibahas lima unsur
cerita yaitu plot, tokoh, setting, tema, dan sudut pandang.
1. Plot
(alur)
Plot adalah urutan
peristiwa yang melibatkan tokoh dalam situasi konflik. Aspek yang paling
mendasar dari plot adalah membagi peristiwa utama cerita menjadi tiga bagian
yaitu awal, tengah, dan akhir. Awalnya penulis memperkenalkan tokoh,
menjelaskan tempat kejadian cerita, dan menyajikan masalah. Secara bersama
ketiga unsur tadi membentuk plot dan mempertahankan tema seluruh cerita. Contohnya,
pada cerita Bawang Merah Bawang Putih, di awal cerita tentang Bawang Merah yang
mempunyai ibu tiri; di tengah, ayah Bawang Putih meninggal dan Bawang Putih
sering disiksa ibu tirinya; di akhir, Bawang Putih di persunting orang kaya dan
memaafkan ibu tiri dan Bawang Merah.
Di dalam plot juga
terdapat konflik. Konflik adalah ketegangan atau pertentangan antara tokoh di
dalam plot, dan hal inilah yang membuat pembaca ingin melanjutkan membaca
ceritanya. Konflik terjadi biasanya (Lukens, 1991):
a. Antara
tokoh dan alam
Ini terjadi dimana
cuaca buruk memainkan peran penting, seperti dalam cerita Julie of The Wolves (George,
1972) dan dalam cerita yang diatur dimana lokasi geografis yang terisolasi,
seperti dalam cerita Island of the Blue Dolphins (O’Dell, 1960).
b. Antara
tokoh dan masyarakat
Ini terjadi ketika
kegiatan dan keyakinan tokoh yang berbeda dengan anggota masyarakat lainnya dan
perbedaan tersebut menimbulkan konflik.
c. Antar
tokoh
Ini adalah konflik yang
sering tersaji dalam sebuah cerita dimana hal ini terjadi ketika konflik
terjadi antara tokoh satu dengan lainnya yang ada dalam cerita tersebut.
d. Dalam
tokoh
Konflik ini dialami
oleh tokoh dengan dirinya sendiri.
Plot dikembangkan melalui konflik yang
diperkenalkan pada awal cerita, diperluas di tengah, dan diselesaikan di akhir.
Membangun plot melibatkan empat komponen:
a. Masalah,
disajikan pada awal cerita
b. Rintangan,
disajikan di tengah cerita
c. Puncak
konflik, ini terjadi ketika masalah akan segera diselesaikan
d. Solusi,
ini terjadi pada akhir cerita dimana masalah diselesaikan dan hambatan diatasi.
Untuk
mencari bagian-bagian konflik dalam plot, siswa bisa diminta untuk membuat
diagram atau chart cerita.
2. Tokoh
Tokoh adalah manusia
atau binatang yang dipersonifikasikan yang terlibat dalam cerita. Tokoh
merupakan elemen penting dari cerita, karena cerita berpusat pada tokoh atau
kelompok tokoh. Dalam sebuah cerita biasanya ada satu atau dua atau lebih
sebagai tokoh utama dan yang lainnya sebagai tokoh pendukung dalam cerita.
Mengetahui dan
menyimpulkan ciri-ciri tokoh merupakan bagian penting dari membaca. Melalui sifat
tokoh kita bisa mengenal tokoh utama yang baik, dan tokoh tampak menjadi hidup.
Tokoh pendukung dapat sendiran akan tetapi akan digambarkan dengan jelas dari
tokoh utama. Sejauh mana tokoh pendukung dikembangkan tergantung pada tujuan
penulis dan kebutuhan cerita.
Tokoh digambarkan dalam
empat cara yaitu penampilan, tindakan, dialog, dan monolognya. Penulis menggambarkan
tokoh untuk melibatkan pembaca dalam pengalaman cerita, dan para pembaca
memahami tokoh melalui apa yang digambarkan penulis tadi.
3. Setting
(latar)
Latar
adalah segala keterangan, petunjuk, pengacuan yang berkaitan dengan waktu,
ruang, suasana, dan situasi terjadinya peristiwa dalam cerita. Empat dimensi
dalam latar atau setting yaitu lokasi, cuaca, jangka waktu, dan waktu.
a.
Lokasi
Yaitu
dimensi yang penting dalam banyak cerita,ini mengacu pada tempat terjadinya
peristiwa yang diceritakan dalam sebuah cerita.
b.
Cuaca
Dimensi ini juga
penting dalam beberapa cerita, namun terkadang cuaca juga tidak digambarkan
penulis karena tidak akan mempengaruhi cerita.
c.
Jangka waktu
Bisa berupa cerita yang
diatur di masa lalu atau masa depan.
d.
Waktu
Meliputi waktu dan
berlalunya waktu. Kebanyakan cerita mengabaikan waktu siang, kecuali untuk
cerita seram biasanya digambarkan terjadi setelah gelap.
Banyak juga cerita dengan jangka waktu
yang singkat, kurang dari satu hari, dan kadang-kadang kurang dari satu jam.
Seperti dalam Jumanji (Van Allsburg, 1981) Peter dan Judy mengalami petualangan
aneh, di mana rumah mereka dikuasai oleh makhluk hutan yang aneh, sementara
orang tua mereka sedang menghadiri opera, cerita ini hanya berlangsung beberapa
jam. Dan dalam cerita lainnya membutuhkan rentang waktu yang lama untuk
karakter utama bisa tumbuh hingga selesai.
4. Sudut
Pandang
Sudut pandang adalah cara
pengarang menempatkan dirinya terhadap cerita, dari sudut mana pengarang
memandang ceritanya. Cerita ditulis berdasarkan sudut pandang tertentu dan
fokus ini menentukan pemahaman sebagian besar pembaca terhadap tokoh dan alur
cerita. Ada empat sudut pandang dalam hal ini yaitu person viewpoint,
omniscient viewpoint, limited omniscient viewpoint, dan objective viewpoint
(Lukens, 1991).
a. Person
viewpoint
Sudut pandang ini
digunakan untuk menceritakan sebuah cerita melalui satu tokoh dengan
menggunakan kata ganti “aku”.
b. Omniscient
viewpoint
Dalam sudut pandang ini
penulis seperti Tuhan, melihat dan mengetahui segalanya. Penulis menceritakan
kepada pembaca tentang cara berfikir masing-masing tokoh tanpa khawatir
bagaimana informasi tersebut diperoleh. Dalam hal ini penulis mengetahui
berbagai hal tentang tokoh, peristiwa, dan tindakan, termasuk motivasi yang
melatarbelakanginya. Penulis bebas bergerak dan menceritakan apa saja atau
bahkan menyembunyikan apapun tentang tokoh dalam cerita.
c. Limited
omniscient viewpoint
Sudut pandang ini
digunakan sehingga pembaca dapat mengetahui pikiran satu karakter. Kisah ini
diceritakan dalam sudut pandang orang ketiga dan penulis berkonsentrasi pada
pikiran, perasaan, dan pengalaman masa lalu yang signifikan dari tokoh utama
atau tokoh lain yang penting. dalam sebuah cerita mungkin banyak tokoh di
dalamnya namun dalam sudut pandang ini penulis tidak memberikan kesempatan pada
tokoh lainnya untuk menonjol, melainkan penulis kembali ke tokoh utama atau
hanya beberapa saja.
d. Objective
viewpoint
Sudut pandang ini terbatas
pada saksi mata cerita dan adegan langsung. Pembaca hanya belajar dari yang
terlihat dan terdengar tanpa mengetahui apa yang tokoh-tokoh dalam cerita
pikirkan.
5. Tema
Tema adalah makna yang
mendasari cerita dan mewujudkan kebenaran umum tentang sifat manusia (Lehr,
1991). Tema dapat dinyatakan dalam dua cara yaitu eksplisit dan implisit. Tema
eksplisit dinyatakan secara terbuka dan jelas dalam cerita. Sedangkan tema implisit
hanya tersirat dalam cerita.
C.
Mengajar
siswa tentang cerita
Cara yang paling penting untuk
memperbaiki konsep siswa tentang cerita adalah dengan membaca dan menulis
cerita, namun juga guru hendaknya membantu siswa mengembangkan konsep itu
melalui minilesson yang berfokus pada unsur-unsur cerita tertentu. Minilesson
biasanya diajarkan pada tahap eksplorasi dari proses membaca setelah siswa
diberi kesempatan untuk membaca dan menanggapi cerita dan mendiskusikannya.
Langkah-langkahnya antara lain:
1. Memperkenalkan
unsur-unsur struktur cerita
2. Menganalisis
unsur cerita
3. Mengeksplorasi
cerita, kegiatan yang dilakukan antara lain:
a. Menceritakan
kembali cerita yang telah dibaca
b. Menuliskan
kembali cerita yang telah di baca
c. Dramatisir
cerita
d. Menyajikan
pertunjukan boneka berdasarkan cerita
e. Menggambar
bagan untuk menampilkan unsur-unsur cerita
f. Membuat
buku cerita kelas, dan setiap siswa memberikan kontribusi satu halaman.
4. Menelaah
unsur cerita
Siswa diminta untuk
menelaah unsur-unsur dalam cerita yang telah dibaca menggunakan kata-kata
mereka sendiri.
Ada banyak cara yang
bisa digunakan guru untuk menilai pengetahuan siswa tentang konsep cerita,
antara lain melalui observasi siswa ketika mereka membaca dan menanggapi
cerita.
Untuk memenuhi
kebutuhan setiap siswa guru dapat melakukan beberapa hal di bawah ini:
1. Membacakan
cerita dengan nyaring
Hal ini dilakukan
terutama pada kelas rendah yang belum bisa membaca.
2. Berikan
kesempatan kepada siswa untuk memilih sendiri cerita yang akan di baca
Jadwalkan kegiatan
membaca secara teratur dan biarkan siswa memilih sendiri cerita yang ingin
mereka baca. Perpustakaan harus diisi dengan berbagai macam buku, dan guru
dapat memberikan penjelasan tentang cerita kepada siswa juga tentang pengarang
buku cerita nya.
3. Mendramatisir
cerita
Drama adalah teknik
yang efektif yang dapat digunakan siswa untuk memahami cerita yang mereka baca
dan untuk menginspirasi cerita yang akan mereka tulis. Dalam drama siswa dapat
bermain peran untuk lebih memahami karakter dan peristiwa sebuah cerita.
4. Menulis
kembali cerita
Siswa dapat menulis
kembali cerita favorit mereka atau menceritakan kembali kisah yang dibaca dari
sudut pandang tokoh.
5. Diskusi
kolaboratif dalam grup membaca dan menulis
Siswa dapat bekerjasama
secara berpasangan dalam kelompok kecil untuk membaca dan menulis cerita.
D.
Membaca
Cerita
Siswa
menggunakan proses membaca untuk membaca, menanggapi, mengeksplorasi dan
memperluas bacaan mereka.
Aesthetic
Reading (Membaca Indah)
Menurut Louise Rosenblatt (1978) membaca
merupakan pengalaman pribadi selama pembaca menghubungkan cerita yang mereka
baca dengan kehidupan mereka sendiri dan pengalaman mereka sebelumnya dengan
sastra. Tujuan dari membaca indah adalah menginterpretasikan bacaan, negosiasi
makna antara pembaca dan bacaan (Rosenblatt,
1978, 1985).
Siswa menggunakan strategi untuk membuat interpretasi, strategi untuk
membaca dan menanggapi cerita tersebut antara lain:
a.
Imajinasi
Siswa berimajinasi berdasarkan cerita yang mereka baca
dalam pikiran mereka.
b. Mengantisipasi
Siswa memprediksi tentang
apa yang akan terjadi dalam cerita.
c. Retrospecting
Siswa pikirkan kembali
apa yang pernah mereka baca dan bagaimana dampaknya terhadap bacaan yang sedahg
dibacanya sekarang.
d. Melibatkan
Siswa melibatkan diri
dalam cerita seolah-olah mereka masuk dan berada dalam cerita.
e. Berempati
Siswa merespon dengan
perasaan mereka ketika mereka membaca.
f. Mengidentifikasi
Siswa membuat hubungan
antara karakter dan dirinya sendiri.
g. Menguraikan
Siswa membuat
kesimpulan dan menambahkan informasi tentang apa yang mereka baca.
h. Mencatat
pertentangan
Siswa mencatat
ketegangan lawan atau pertentangan dalam cerita.
i.
Menceritakan kembali
Siswa menceritakan
kembali atau memparafrasekan apa yang telah mereka baca.
j.
Pemantauan
Siswa memastikan bahwa
apa yang mereka baca masuk akal bagi mereka.
k. Menghubungkan
dengan kehidupan
Siswa membuat hubungan
antara peristiwa, karakter, dan unsur lain dari cerita dengan kehidupan mereka.
l. Menghubungkan
dengan bacaan lain
Siswa membuat hubungan
antara cerita yang sedang mereka baca dan cerita lain yang pernah mereka baca.
m. Memperluas
Siswa memperluas cara
pandang mereka tentang bagaimana jika mereka yang menulis cerita tersebut.
n. Menilai
dan mengevaluasi
Siswa membuat penilaian
tentang mengapa mereka menyukai cerita itu atau apakah cerita itu layak untuk
dibaca.
o. Menganalisis
Siswa menganalisis
penggunaan unsur cerita yang digunakan penulis.
Intertekstualitas.
Intertekstualitas adalah interpretasi
yang dibuat siswa tentang buku-buku yang mereka baca sebelumnya. Siswa
menggunakan intertekstualitas ketika apa yang mereka baca memiliki kesamaan
dengan bacaan mereka sebelumnya. Ada lima karakteristik intertekstualitas yaitu
(Cairney, 1990, 1992):
1. Tunggal
dan unik
Pengalaman membaca
siswa sebelumnya dan hubungan yang mereka buat
2. Tergantung
pada pengalaman sebelumnya
Intertekstualitas
tergantung pada jenis buku yang telah siswa baca, tujuan dan minat baca, serta
dari komunitas baca mana mereka berasal.
3. Kesadaran
metakognitif
Kebanyakan siswa
menyadari intertekstualitas dan sadar membuat koneksi antar teks.
4. Koneksi
ke konsep cerita
Siswa mengkoneksikan
cerita yang mereka baca dengan pengetahuan mereka tentang bacaan sebelumnya.
5. Koneksi
membaca dan menulis
Siswa membuat hubungan
antara cerita yang mereka baca dan cerita yang mereka tulis.
Jumlah pengalaman siswa dengan membaca
sebelumnya termasuk cerita dari orang tua mereka, buku-buku yang telah dibaca,
atau mendengarkan guru bercerita, melalui film yang dilihat, konsep cerita
mereka dan pengetahuan tentang penulis dan ilustrator, serta buku-buku yang
siswa tulis, merupakan dasar intertekstual mereka (Cairney,
1992).
Salah satu cara guru mendorong siswa untuk membuat hubungan intertekstual
adalah dengan mengelompokkan literatur berdasarkan text sets, mengoleksi tiga
atau lebih buku yang terkait. Text sets misalnya:
1. Cerita
yang ditulis oleh penulis yang sama
2. Cerita
yang menampilkan karakter yang sama
3. Cerita
yang menggambarkan tema yang sama
4. Cerita
rakyat dengan versi yang berbeda
5. Cerita
berdasarkan genre yang sama
6. Cerita
dan buku-buku lain
Literary
opposites
Terkadang dalam sebuah cerita terjadi
hal yang kontras atau bertentangan, bisa antara setting nya, karakter, atau kejadian-kejadian
dalam cerita.
Beradaptasi
Membaca dan Menulis Cerita.
Untuk Memenuhi
Kebutuhan setiap siswa
1.
Membaca Dengan keras
untuk Siswa
Guru
dapat membuat cerita bahwa siswa tidak dapat membaca secara mandiri bisa
diakses dengan membaca keras-keras kepada siswa. Ketika siswa mendengarkan
cerita bersama dalam kelompok kecil atau sebagai kelas, mereka menjadi sebuah
komunitas interpretif,dan pengalaman bersama cerita mengembangkan ikatan yang
kuat antara siswa. Siswa juga dapat mendengarkan cerita di sebuah pusat
mendengarkan.
2.
Mendorong Siswa untuk
Pilih Cerita Membaca
Guru
harus menjadwalkan lokakarya membaca secara teratur sehingga siswa dapat
membaca cerita sehingga mereka tertarik untuk membaca atau membaca ulang cerita
favorit. Perpustakaan kelas harus diisi dengan berbagai macam buku, dan guru
dapat memberikan ceramah buku untuk memperkenalkan siswa untuk cerita dan
penulis dari mana mereka mungkin memilih.
3.
Mendramatisir cerita
Drama
adalah teknik yang efektif yang dapat digunakan siswa untuk memahami cerita
yang mereka baca dan untuk membuat cerita mereka akan menulis. Ketika siswa
membaca cerita yang kompleks, mereka bisa bermain peran adegan penting dalam
rangka untuk lebih memahami karakter dan peristiwa.
4.
Menulis kembali Cerita
Siswa
dapat menulis kembali cerita favorit atau menceritakan kembali kisah dari sudut
pandang siswa. Banyak siswa yang lebih berhasil dalam menulis kembali cerita
daripada menulis cerita asli karena mereka lebih mampu mengendalikan alur
ceritanya.
5.
Bekerja sama Membaca dan Menulis dalam Grup
Siswa
dapat bekerja sama berpasangan atau dalam kelompok kecil untuk membaca dan
menulis cerita. Dengan cara ini, siswa saling mendukung karena mereka membaca
dan menulis.
Cara lain bahwa
siswa menunjukkan pemahaman mereka tentang bagian cerita adalah dengan membuat
kelompok, grafik, dan diagram. Kegiatan ini adalah hasil alami dari respon
siswa untuk cerita, bukan alasan mengapa siswa membaca cerita (Urzua, 1992).
Guru juga mendokumentasikan pemahaman siswa tentang unsur-unsur cerita dengan
memeriksa cerita-cerita yang mereka tulis untuk melihat bagaimana mereka telah
menerapkan pengetahuan mereka tentang cerita. sebagai kelas selama literatur
unit fokus, mereka membaca cerita mereka memilih sendiri di kelas membaca, dan
mereka membaca cerita-cerita lain sebagai bagian dari siklus tema. Siswa
menggunakan proses membaca membaca, menanggapi, mengeksplorasi, dan memperluas
membaca mereka. Membaca cerita dengan mahasiswa lebih dari sekedar cara yang
menyenangkan untuk menghabiskan satu jam; itu adalah bagaimana kelas masyarakat
diciptakan (Cairney, 1992). Membaca, menulis, dan berbicara tentang cerita
ekstensi alami dari hubungan bahwa siswa telah membangun bersama-sama. Siswa
berbagi cerita yang mereka baca dengan teman sekelas, dan mereka bekerja sama
dalam proyek untuk memperluas interpretasi mereka.
Estetika Membaca
Menurut
Louise Rosenblatt (1978), membaca merupakan pengalaman pribadi selama pembaca
menghubungkan cerita yang mereka baca dengan kehidupan mereka sendiri dan
pengalaman sebelumnya dengan sastra. Tujuan dari membaca estetika adalah
interpretasi, negosiasi makna antara pembaca dan teks (Rosenblatt, 1978, 1985).
Pembaca tidak mencari penulis "benar" yang berarti; sebaliknya,
mereka menciptakan makna pribadi untuk diri mereka sendiri. Cerita
membangkitkan makna berbeda dari pembaca yang berbeda atau bahkan dari pembaca
yang sama pada waktu yang berbeda dalam hidupnya.
Siswa
menggunakan strategi mereka membuat interpretasi. Strategi ini untuk membaca
dan menanggapi cerita meliputi berikut:
1. Pencitraan.
Siswa membuat gambar atau gambar dari cerita dalam pikiran mereka.
2. Mengantisipasi.
Siswa mengantisipasi atau membuat prediksi tentang apa yang akan terjadi dalam
cerita.
3. Retrospecting.
Siswa pikirkan kembali apa yang telah mereka baca dan bagaimana hasil pada apa
yang sekarang mereka membaca.
4. Melibatkan.
Siswa terlibat dalam cerita, begitu banyak sehingga mereka merasa seolah-olah
mereka diangkut melalui ruang dan waktu ke dalam cerita.
5. Berempati.
Siswa merespon dengan perasaan mereka ketika mereka membaca.
6. Mengidentifikasi.
Siswa membuat hubungan antara karakter dan diri mereka sendiri.
7. Menguraikan.
Siswa membuat kesimpulan dan menambahkan informasi apa yang mereka baca.
8. Melihat
berlawanan. Siswa mencatat ketegangan lawan atau kontras dalam cerita.
9. Menceritakan
kembali. Siswa menceritakan kembali atau parafrase apa yang telah mereka baca.
10. Pemantauan.
Siswa memastikan bahwa apa yang mereka baca masuk akal untuk _ mereka.
11. Menghubungkan
ke kehidupan. Siswa membuat hubungan antara peristiwa, karakter, dan aspek lain
dari cerita dengan kehidupan mereka sendiri.
12. Menghubungkan
ke sastra. Siswa membuat hubungan antara cerita yang mereka baca dan
cerita-cerita lain yang mereka telah membaca.
13. Memperluas.
Siswa melampaui cerita untuk berpikir tentang sekuel atau cara-cara mereka akan
beradaptasi cerita jika mereka sedang menulis itu.
14. Menilai
dan mengevaluasi. Siswa membuat penilaian tentang mengapa mereka menyukai
cerita atau apakah itu layak membaca.
15. Menganalisis.
Siswa menganalisis penggunaan penulis elemen struktur cerita.
Guru
menjelaskan strategi ini selama minilessons, dan siswa belajar menggunakan
strategi ketika mereka membaca estetis dan berpartisipasi dalam kegiatan
tanggap.
Interpretasi
berkembang secara bertahap. Sebagai siswa mengambil sebuah buku oleh penulis
favorit atau melihat sampul buku, yang mereka sebut pikiran pengalaman masa
lalu dan membuat prediksi, dan interpretasi mulai terbentuk. Hal ini terus
berkembang sebagai siswa membaca, menanggapi, dan menjelajahi cerita. Sebagai
siswa mendiskusikan cerita dan menulis tanggapan dalam membaca log, penafsiran
memperdalam. Mahasiswa bergerak di luar teks yang sebenarnya karena mereka
bekerja pada proyek-proyek, dan proyek-proyek ini memperpanjang interpretasi
lebih lanjut.
Siswa
menggunakan sikap estetika ketika membaca cerita, yang bertentangan dengan
sikap eferen ketika mereka membaca untuk mengingat informasi. Sikap pembaca
mengambil menunjukkan fokus perhatian mereka selama membaca. Dalam studinya
tentang efek sikap estetika dan eferen pada interpretasi keempat, anak kelas
enam, dan delapan cerita, Joyce Banyak (1991) menemukan bahwa siswa yang
membaca estetis memiliki kadar interpretasi.
Guru
mendorong membaca estetika dan interpretasi dalam banyak hal. Dari
cerita-cerita mereka berbagi dengan siswa untuk minilessons mereka mengajar dan
jenis respon dan kegiatan menjelajahi mereka berencana untuk siswa, guru
mengatur iklim kelas untuk membaca estetika.
intertekstualitas.
Sebagai siswa membuat interpretasi, mereka membuat koneksi ke buku-buku yang
mereka baca sebelumnya, dan koneksi ini disebut intertextu-ality (de
Beaugrande, 1980). Siswa menggunakan intertekstualitas karena mereka menanggapi
buku yang mereka baca dengan mengakui kesamaan antara karakter, plot, dan tema.
Siswa juga menggunakan intertekstualitas karena mereka menggabungkan ide-ide
dan struktur dari cerita yang mereka telah membaca ke dalam cerita yang mereka
tulis. Lima karakteristik intertekstualitas adalah (Cairney, 1990, 1992):
1.
Individu dan unik.
Pengalaman sastra siswa dan hubungan mereka membuat di antara mereka berbeda.
2.
Tergantung pada
pengalaman sastra. Intertekstualitas tergantung pada jenis buku siswa telah
membaca, mereka tujuan dan minat baca, dan masyarakat sastra mana mereka
berasal.
3.
kesadaran metakognitif. Kebanyakan siswa
menyadari intertekstualitas dan sadar membuat koneksi antara teks.
4.
Link ke konsep cerita.
Koneksi Mahasiswa di antara cerita yang terkait dengan pengetahuan mereka
tentang sastra.
5.
koneksi Membaca-menulis. Siswa membuat
hubungan antara cerita yang mereka baca dan cerita yang mereka tulis.
Jumlah
pengalaman siswa dengan literatur termasuk cerita orang tua telah membaca dan
diberitahu untuk anak-anak, buku-buku siswa telah membaca atau mendengarkan
guru membacakan, versi film yang mereka lihat, konsep mereka cerita dan
pengetahuan tentang penulis dan ilustrator , dan buku-buku.
siswa
telah menulis merupakan sejarah intertekstual mereka (Cairney, 1992).
Penelitian Cairney menunjukkan bahwa siswa SD menyadari pengalaman masa lalu
mereka dengan sastra dan menggunakan pengetahuan ini karena mereka membaca dan
menulis.
Salah
satu cara guru mendorong siswa untuk membuat hubungan intertekstual adalah
dengan mengelompokkan literatur ke set teks, koleksi tiga atau lebih buku yang
terkait dalam beberapa cara. Kemungkinan set teks meliputi:
1.
Cerita yang ditulis
oleh penulis yang sama
2.
Cerita yang menampilkan
karakter yang sama
3.
Cerita yang
menggambarkan tema yang sama
4.
Versi yang berbeda dari
cerita rakyat yang sama
5.
Cerita di genre yang
sama
6.
Cerita dan buku-buku
lain yang berkaitan dengan siklus tema
Sebagai
siswa membaca dan mendiskusikan buku-buku ini, mereka membuat hubungan di
antara mereka. Sebagai siswa berbagi koneksi mereka membuat, teman sekelas
mendapatkan wawasan tentang sastra dan membangun ide-ide teman sekelas '. Guru
dapat mendorong siswa dan meminta mereka untuk menggambarkan kesamaan antara
buku-buku. Siswa juga bisa membuat grafik dan diagram lainnya untuk
membandingkan penulis, karakter, dan aspek lain dari cerita.
•
Sastra Lawan. Cerita
biasanya dibangun di sekitar bertentangan atau kontras, dan ini bertentangan
sastra membantu menciptakan kegembiraan dalam sebuah cerita (Temple, 1992).
Dimana Wild Things Are (Sendak, 1962), misalnya, dibangun di sekitar kontras
antara kamar tidur Max dan tanah-hal liar. Sementara kamar tidurnya aman dan
aman, di mana hal-hal liar hidup mendebarkan tapi sedikit menakutkan, juga. Ibu
Max mengirimkan dia ke kamar tidurnya untuk nakal, dan dia jelas bertanggung
jawab; tapi ketika Max menjadi raja-hal liar, ia bertanggung jawab. Dalam
Phyllis Reynolds Naylor Shiloh (1991), karakter utama,
•
Marty Preston dan Judd
Travers, yang berlawanan. Marty adalah "baik" karakter yang berani
bekerja untuk kejam Travers untuk membeli anjing beagle yang telah dianiaya.
Melalui pengalaman, Marty belajar tentang sifat manusia dan tentang dirinya.
•
Berlawanan dapat antara
pengaturan, karakter, atau peristiwa dalam cerita, dan ada lebih dari satu
berlawanan di sebagian besar cerita. Sebagai contoh, setelah membaca Steig Amos
dan Boris (1971), kelas siswa kelas III yang terdaftar bertentangan ini:
o sedikit
besar
o hewan
tanah hewan laut
o membantu
dibantu
o Amos
dan Boris Singa dan Tikus
o kematian
hidup
o mengingat
melupakan
o berharap
harapan
o di
laut keluar dari laut
o halo
selamat tinggal
Siswa
masing-masing memilih sebaliknya yang tampaknya paling penting bagi mereka dan
menggambar dan menulis tentang mereka. Ini adalah cara yang berharga bagi siswa
untuk berpikir secara mendalam tentang cerita. Seorang mahasiswa membuat dasi
intertekstual antara
Dalam Unit Fokus
Sastra
Guru
merencanakan literatur unit fokus menampilkan cerita populer Beberapa unit
fokus sastra memiliki satu buku, baik buku gambar atau buku bab, dan lain-lain
memiliki satu set teks buku. Selama unit ini siswa melalui lima tahap proses membaca ketika
mereka membaca dan menanggapi cerita. Beberapa kegiatan di setiap tahap adalah:
1.
Mempersiapkan untuk
membaca. Guru memperkenalkan cerita atau kisah-kisah dan mengaktifkan
pengetahuan latar belakang siswa.
2.
Membaca. Siswa membaca
cerita dari beberapa cara: Mereka mungkin mendengarkan guru membaca buku dengan
suara keras, membacanya secara mandiri atau dengan seorang teman, atau
membacanya melalui membaca bersama.
3.
Menanggapi. Siswa
menanggapi cerita melalui diskusi dan dengan menulis di catatan.
4.
Menjelajahi teks. Siswa
berpartisipasi dalam berbagai kegiatan mengeksplorasi untuk menggali lebih
dalam ke dalam cerita. Siswa juga menambahkan kata-kata yang menarik dan
penting dari cerita ke dinding kata. Guru sering mengajar minilessons tentang
unsur-unsur cerita, membaca estetika, interpretasi, strategi membaca, dan topik
lainnya selama tahap ini.
5.
Memperluas penafsiran.
Siswa mengerjakan proyek-proyek untuk memperpanjang interpretasi mereka
konsultasi
cerita dan berbagi proyek mereka selesai dengan teman sekelas.
Kelas
kedua mungkin menghabiskan seminggu membaca Norak Penguin (Lester, 1988), kisah
populer tentang penguin eksentrik yang menyimpan semua penguin dari beberapa
pemburu. Selama siswa satuan membaca kisah beberapa kali, menanggapi cerita,
berpartisipasi dalam berbagai kegiatan mengeksplorasi, dan melakukan
proyek-proyek untuk memperluas interpretasi mereka. Sebuah rencana selama
seminggu untuk mengajar unit di Norak Penguin disajikan pada Gambar 9-11.
Beberapa
jenis kegiatan menjelajahi termasuk dalam rencana ini. Salah satu jenis
berfokus pada kosakata. Pada hari Senin, siswa menuliskan kata-kata dari cerita
di dinding kata; hari berikutnya mereka membaca ulang kata-kata dan mengurutkan
mereka sesuai dengan karakter mereka lihat; dan pada hari Kamis guru
mengajarkan minilesson tentang mengelupas akhiran -ty untuk mempelajari
"main" kata (word root). Hal ini tidak biasa untuk mengajarkan
pelajaran tentang akhiran derivatif di kelas dua, tapi anak-anak kelas kedua
melihat bahwa banyak dari kata-kata di dinding kata memiliki -ly pada akhir
mereka dan sering bertanya tentang akhiran.
Kegiatan
lain meneliti karakter. "Guru FHE mengajarkan minilesson pada karakter
pada Selasa. Kemudian siswa membuat cluster karakter tentang Norak dan menarik
pikiran terbuka untuk menunjukkan apa yang norak berpikir. Untuk membuat potret
pikiran terbuka, siswa menggambar potret penguin, dipotong sekitar kepala
sehingga akan flip terbuka, dan .draw atau menulis apa yang norak berpikir pada
lembar kertas lain yang telah terpasang di belakang kertas dengan potret.
Studi
Genre. Unit Genre memberikan kesempatan bagi siswa untuk belajar tentang genre
tertentu atau kategori sastra. Jalan cerita Siswa menggambarkan genre dan
kemudian berpartisipasi dalam berbagai kegiatan untuk memperdalam interpretasi
dan pengetahuan mereka tentang genre. Dalam unit ini siswa berpartisipasi dalam
kegiatan ini:
1.
Senin
·
Bicara tentang penguin
untuk memperkenalkan cerita.
·
Baca cerita dengan
keras kepada siswa karena mereka mengikutinya dalam salinan mereka cerita.
Berhenti beberapa kali dan meminta siswa untuk membuat prediksi.
·
Diskusikan cerita dalam
percakapan besar. Tanyakan mengapa Norak disebut "aneh" burung.
Tanyakan apakah siswa berpikir mereka lebih seperti norak atau lebih seperti
penguin lain.
·
Menambahkan kata-kata
bahwa siswa menyarankan untuk dinding kata.
·
Mintalah siswa
menggambar dan menulis tentang kisah di catatan mereka.
2.
Selasa
·
Mintalah siswa
membagikan entri log membaca mereka dalam kelompok-kelompok kecil, dan memiliki
satu stu¬dent dari setiap kelompok saham dengan kelas.
·
Membaca ulang kata-kata
di dinding kata. Pingsan kartu kata untuk siswa untuk mengurutkan ac¬cording
apakah mereka berhubungan dengan norak, dengan penguin lain, atau pemburu.
·
Mintalah siswa membaca
ulang cerita dengan seorang teman.
·
Ajarkan minilesson
tentang karakter dan menjelaskan bahwa penulis mengembangkan karakter dalam
empat cara.
·
Membuat cluster
karakter tentang Norak.
·
Mintalah siswa
menggambar potret Norak dan menambahkan pikiran terbuka untuk menunjukkan apa
yang dia pikirkan.
3.
Rabu
·
Buatlah daftar
pertanyaan siswa tentang penguin.
·
Nyata keras A Tahun
Penguin (Banner, 1981) untuk menjawab banyak pertanyaan mereka. Jawaban atas
pertanyaan-pertanyaan penelitian yang tersisa.
·
Membicarakan kemungkinan
proyek dan mulai bekerja pada proyek-proyek.
4.
Kamis
·
Bekerja pada
proyek-proyek.
·
Baca kembali Norak
Penguin dengan kelompok-kelompok kecil siswa.
·
Ajarkan minilesson pada
akhiran - / y dan bagaimana "kulit" akhiran off untuk menemukan kata
utama. Menggunakan kata-kata dari dinding kata untuk pelajaran.
5.
Jumat
·
Menyelesaikan pekerjaan
pada proyek-proyek.
·
Proyek saham.
·
Mintalah siswa
menambahkan kutipan favorit dari cerita ke poster penguin besar.
·
Akhiri unit fokus
sastra dengan diskusi untuk menghargai cerita dan merenungkan unit.
Baca
beberapa cerita yang menggambarkan genre. Pelajari karakteristik genre. Baca
kisah lain menggambarkan genre.
Merespon
dan mengeksplorasi cerita bergenre. Menulis atau menulis ulang cerita
mencontohkan genre.
Studi
Genre tentang sastra tradisional, termasuk dongeng, cerita rakyat, legenda, dan
mitos, sangat cocok untuk siswa SD.
Selama
studi genre cerita rakyat, misalnya, siswa kelas tiga membaca cerita rakyat
seperti The Little Red Hen (Zemach, 1983), The Mitten (Brett, 1989), dan Little
Red Riding Hood (Hyman, 1983), dan guru menjelaskan bahwa cerita ini adalah
cerita rakyat dan cerita rakyat yang merupakan cerita yang relatif pendek yang
berasal sebagai bagian dari tradisi lisan. Mereka membuat daftar karakteristik
dari cerita rakyat:
•
Cerita ini sering
diperkenalkan dengan kata-kata "pada suatu hari atau dahulu kala."
•
Pengaturan biasanya
umum dan dapat ditemukan di mana saja.
•
Struktur plot sederhana
dan mudah.
•
Masalah biasanya
berkisar perjalanan dari rumah untuk melakukan beberapa tugas, sebuah
perjalanan yang melibatkan konfrontasi dengan rakasa, perubahan ajaib dari
rumah keras ke rumah aman, atau konfrontasi antara karakter yang bijaksana dan
karakter bodoh.
•
Karakter digambarkan
dalam satu dimensi, baik atau buruk, bodoh atau pintar, atau rajin atau malas.
•
Akhir senang, dan semua
orang "hidup bahagia selamanya."
Kemudian
siswa menghabiskan beberapa hari membaca dan menanggapi rakyat-cerita lain dari
layar khusus yang dibentuk di dalam kelas. Guru membawa kelas bersama-sama, dan
mereka berbagi cerita rakyat yang mereka telah membaca dan menemukan contoh
dari karakteristik dalam cerita-cerita. Kemudian guru menjelaskan bahwa cerita
rakyat memiliki motif, atau kecil, elemen berulang, seperti tiga keinginan,
cincin magis, atau karakter yang penipu. Selanjutnya guru menyajikan daftar ini
enam motif umum, dan siswa menyebutkan cerita rakyat yang menggambarkan setiap
motif:
•
Sebuah tidur panjang
atau pesona. The Sleeping Beauty (Yolen, 1986) adalah contoh dari sebuah cerita
dengan motif tidur panjang.
•
kekuatan Magis.
Karakter dalam cerita rakyat sering memiliki kekuatan magis, seperti sahabat
bodoh dalam The Fool Dunia dan Flying Ship (Ran - beberapa, 1968).
•
transformasi Magis.
Dalam cerita-cerita seperti Beauty and the Beast (Mayer,
•
1978), karakter ajaib
berubah dari satu bentuk ke yang lain.
•
benda Magis. Benda
ajaib memainkan peran penting dalam beberapa cerita rakyat. Salah satu contoh
adalah Aladdin dan Lampu Indah (Carrick, 1989).
•
harapan. Karakter
diberikan keinginan tapi kadang-kadang tidak bijaksana menggunakannya, seperti
dalam The Stonecutter (Newton, 1990).
•
Tipuan. Hewan dan
manusia menipu satu sama lain dalam banyak cerita rakyat. Untuk contoh, trik
serigala gadis kecil di Little Red Riding Hood (Hyman, 1983).
Siswa
menghabiskan beberapa hari lagi membaca dan membaca ulang cerita rakyat dan
menemukan contoh lain dari motif.
Selanjutnya,
siswa membaca berbagai versi "Cinderella" dalam kelompok-kelompok
kecil. Kemudian mereka kembali bersama sebagai sebuah kelas untuk berbicara
tentang membaca dan membuat grafik untuk membandingkan versi. Kemudian pada
siswa Unit bekerja pada proyek-proyek. Beberapa memilih untuk menulis versi
mereka sendiri cerita rakyat, beberapa membuat wayang dan menghasilkan drama
cerita rakyat, dan lain-lain membaca versi cerita rakyat yang berbeda dan
Dalam
unit studi penulis, siswa membaca buku yang ditulis oleh penulis fitur dan
belajar tentang penulis.
Studi
penulis. Selama studi penulis, siswa membaca dan menanggapi cerita yang ditulis
oleh seorang penulis tertentu. Mereka juga belajar tentang penulis, atau gaya
penulisan, dan informasi menarik lainnya tentang seseorang. Jika memungkinkan,
siswa menulis kepada penulis atau mengatur untuk bertemu dia.
Salah
satu cara yang siswa belajar tentang penulis dan ilustrator adalah dengan
membaca tentang mereka. Sejumlah biografi dan otobiografi penulis terkenal dan
ilustrator, termasuk Beatrix Potter (Aldis, 1969), Jean Fritz (1992), dan Tomie
de Paola (1989), tersedia untuk siswa SD. Filmstrips, kaset video, dan bahan
audiovisual lainnya tentang penulis dan ilustrator menjadi semakin tersedia.
Selain itu, siswa atas kelas dapat membaca artikel tentang penulis favorit.
Banyak artikel profil penulis dan ilustrator telah diterbitkan dalam Bahasa
Seni, Horn Book, dan jurnal lainnya, yang guru dapat klip dan berkas. Lampiran
B berisi buku, artikel, dan bahan audiovisual tentang penulis.
Dalam Lokakarya membaca
Membaca lokakarya membawa
"dunia nyata" membaca ke dalam kelas. Siswa membaca dan menanggapi
cerita dengan cara yang otentik, lebih seperti orang lakukan di luar pengaturan
sekolah. Mereka memilih buku yang mereka ingin membaca. Kadang-kadang mereka
memilih buku-buku oleh penulis favorit, buku yang direkomendasikan oleh teman
sekelas, atau favorit tua mereka ingin membaca ulang. Saat mereka membaca,
siswa begitu terlibat dalam membaca bahwa mereka sering kehilangan jejak di
mana mereka dan tidak mendengar ketika seseorang memanggil Nama mereka
. Siswa merespon secara emosional-dengan tertawa
atau menangis-dan membuat koneksi dengan kehidupan mereka sendiri dan literatur
lain yang mereka telah membaca. Guru mendorong siswa untuk mengembangkan
interpretasi selama tiga bagian membaca lokakarya. Mereka mengajarkan
minilessons tentang membaca estetika, interpretasi, dan strategi membaca, dan
mereka memberikan kesempatan bagi siswa untuk menerapkan apa yang mereka
pelajari ketika mereka membaca dan menanggapi cerita. Selama waktu membaca
independen, mahasiswa bergerak melalui lima tahap proses membaca. Mereka
memilih cerita yang mereka akan membaca dan memulai proses interpretasi selama
tahap mempersiapkan dibaca. Selanjutnya, mereka membaca cerita independen,
dengan seorang teman, atau dalam kelompok kecil. Setelah membaca, mereka
menulis dan menggambar respon dalam log membaca dan berbicara tentang kisah
dengan sekelompok kecil mahasiswa atau dalam sebuah konferensi dengan guru.
Ketika siswa particu¬larly menikmati cerita, mereka memperpanjang pengalaman
membaca dengan bekerja pada sebuah proyek. Mereka berbagi cerita dan proyek
mereka selama waktu bersama. Berbagi adalah waktu sosial, dan ketika siswa
berbagi cerita yang mereka baca, mereka memiliki kesempatan untuk merayakan
membaca dan menghargai cerita. Berbagi juga penting karena siswa sering memilih
buku berdasarkan sekelas 'rekomendasi .Guru sering terhubung membaca lokakarya
dengan unit fokus literatur dan studi penulis. Mereka mungkin mulai dengan
sebuah buku yang semua siswa di kelas membaca, dan kemudian pindah ke sebuah
lokakarya membaca sehingga siswa dapat membaca sendiri. Sebagai contoh, selama
unit fokus sastra, siswa dapat membaca Bunnicula: Sebuah rabbit-Tale of Mystery
(Howe & Howe, 1979) bersama-sama sebagai kelas dan kemudian membaca
buku-buku lain dalam seri dalam lokakarya membaca. Atau, selama unit pada
cerita rakyat, siswa dapat membaca beberapa cerita rakyat bersama-sama sebagai
kelas dan kemudian masuk ke kelompok-kelompok kecil untuk membaca cerita rakyat
lainnya. Selama unit penulis pada Tomie de Paola, Eric Carle, atau Beverly Cleary,
siswa dapat membaca satu atau lebih buku bersama-sama sebagai kelas dan
kemudian masuk ke kelompok-kelompok kecil untuk dibaca orang lain.
Dalam Siklus Tema
Siswa sering
membaca cerita sebagai bagian dari siklus tema, dan cerita berguna karena mereka
memberikan sudut pandang tambahan untuk yang diberikan dalam buku informasi.
Cerita personalisasi sejarah dengan cara yang buku informasi tidak bisa. Banyak
cerita telah ditulis untuk acara kronik dalam sejarah Amerika. Berikut ini
adalah sampling:
Kehidupan di
Connecticut koloni-The Witch of Blackbird kolam (Speare, 1958)
Revolusi
Amerika-Johnny Tremain (Forbes, 1970) Budak trade-The Slave Dancer (Fox, 1973)
Hidup di New
England pabrik kota-Lyddie (Paterson, 1991) The California emas rush-Chang
Kertas Pony (COERR, 1988)
Pelopor
bepergian barat-Cassies Journey: Pergi Barat pada 1860-an (Har¬vey, 1988)
Penyelesaian
anak yatim di padang rumput peternakan-A Family Apart (Nixon, 1987)
Yahudi Rusia
yang datang ke Amerika untuk agama kebebasan Molly Pilgrim (Cohen, 1983)
Diskriminasi
yang dihadapi Afrika Amerika di Mississippi selama tahun 1930-Rol1 Guntur,
Mendengar Cry My (Taylor, 1976)
Interniran
Jepang Amerika 'di kamp konsentrasi selama Perang Dunia II-Journey to Topaz
(Uchida, 1971)
Buku-buku ini
fiksi sejarah, dan pengaturan sejarah telah dijelaskan secara akurat; Selain
itu, kisah-kisah ini memperkenalkan pembaca untuk karakter yang mudah diingat
dan tema ini yang melampaui periode sejarah di mana buku diatur.
Siswa juga
membaca buku-buku yang berhubungan dengan tema sains. Sebagai contoh, selama
siklus tema pada tikus, kelas multi-usia pertama, kedua, dan ketiga anak kelas
membaca banyak cerita-cerita tentang tikus.
Siswa di kelas
ini memiliki dua tikus sebagai hewan peliharaan kelas, dan rasa ingin tahu mereka
tentang hewan peliharaan mereka mengatur panggung untuk tema. Guru membaca
beberapa buku dengan suara keras kepada siswa, dan siswa membaca buku-buku lain
secara mandiri atau dengan teman-teman selama membaca lokakarya. Setelah
membaca, siswa berbicara tentang cerita dan menarik dan menulis tanggapan pada
tikus mereka log belajar. Mereka juga melakukan proyek-proyek untuk
memperpanjang interpretasi mereka.
Menilai
Interpretasi Cerita siswa
Interpretasi
siswa yang unik dan personal, dan memiliki siswa menjawab pertanyaan pemahaman
atau mengisi kekosongan pada lembar kerja bukan merupakan teknik penilaian yang
efektif. Guru dapat lebih baik menilai interpretasi siswa dengan cara-cara
(Cairney, 1990):
•
Dengarkan siswa ketika
mereka berbicara tentang kisah-kisah selama percakapan besar dan diskusi sastra
lainnya.
•
Baca entri siswa di
catatan.
•
Penggunaan catatn siswa
strategi membaca.
•
Amati partisipasi siswa
dalam kegiatan mengeksplorasi.
•
Periksa proyek yang
siswa lakukan.
Guru juga
meminta siswa untuk merefleksikan interpretasi mereka selama membaca konferensi
atau membaca entri log.
MENULIS CERITA
Sebagai
siswa membaca dan berbicara tentang sastra, mereka belajar bagaimana penulis
cerita kerajinan. Mereka juga menarik dari cerita yang mereka telah membaca
karena mereka membuat cerita mereka sendiri, terjalinnya beberapa ide cerita
dan beradaptasi unsur-unsur cerita untuk memenuhi kebutuhan mereka sendiri
(Atwell, 1987; Graves, 1989; Hansen, 1987; Harste, pendek, & Burke, 1988;
Harwayne, 1992). Dalam penelitiannya tentang intertekstualitas, Cairney (1990)
menemukan bahwa siswa SD berpikir tentang cerita yang mereka telah membaca
karena mereka menulis, dan Blackburn (1985) menggambarkan siklus
intertekstualitas: Siswa membaca dan berbicara tentang buku-buku perdagangan;
mereka menuliskan dari cerita yang mereka telah membaca ke dalam cerita yang
mereka tulis; mereka berbagi komposisi mereka; dan kemudian sedikit komposisi
ini membuat jalan mereka ke dalam komposisi teman sekelas '. Siswa membuat link
intertekstual dengan cara yang berbeda, seperti:
•
Gunakan ide cerita
tertentu tanpa menyalin plot.
•
Salin plot dari cerita,
tetapi menambahkan event baru, karakter, dan pengaturan.
•
Gunakan genre tertentu
mereka telah dipelajari untuk cerita.
•
Gunakan karakter dipinjam
dari cerita baca sebelumnya.
•
Tulis menceritakan
kembali cerita.
•
Memasukkan konten dari
buku informasi ke dalam sebuah cerita.
•
Gabungkan beberapa
cerita ke cerita baru.
Dua
strategi pertama yang paling umum digunakan dalam studi Cairney tentang kelas
enam. Sangat menarik untuk dicatat bahwa di samping strategi terakhir hanya
digunakan oleh pembaca rendah, dan yang terakhir hanya dengan pembaca yang
tinggi.
Siswa
menggabungkan apa yang telah mereka pelajari tentang cerita ketika mereka
menulis cerita, dan mereka menggunakan proses penulisan untuk menyusun dan
memperbaiki cerita mereka. Mereka menulis cerita sebagai bagian dari sastra
unit fokus, selama siklus tema, dan menulis lokakarya. Cerita mungkin bentuk
tulisan yang paling kompleks yang siswa SD digunakan. Sulit-bahkan untuk orang
dewasa-untuk kerajinan cerita yang dibentuk dengan plot dan pengembangan
karakter dan elemen lain dari struktur cerita dimasukkan.
Dalam Unit
Sastra Fokus
Siswa
sering menulis cerita sebagai bagian dari sastra unit fokus. Kegiatan ini
menulis sering dilakukan sebagai proyek selama tahap memperluas proses membaca.
Siswa membuat link intertekstual dan menulis menceritakan kembali kisah-kisah,
cerita baru menggunakan pola dari cerita yang mereka baca, sekuel cerita mereka
telah membaca, dan cerita bergenre asli.
Menulis kembali
cerita.
Siswa
SD sering menulis kembali cerita mereka telah membaca dan menikmati. Ketika
mereka menceritakan kembali cerita, mereka menginternalisasi struktur cerita
dan bermain dengan bahasa yang digunakan penulis. Kadang-kadang siswa bekerja
sama untuk menulis menceritakan kembali kolaboratif, dan di lain waktu mereka
menulis kembali individu mereka sendiri.
Siswa
dapat bekerja sama sebagai sebuah kelompok untuk menulis atau mendikte
menceritakan kembali, atau mereka dapat membagi cerita menjadi beberapa bagian
atau bab, dan setiap siswa atau sepasang siswa menulis sebagian kecil. Kemudian
bagian dikompilasi. Sebuah kelas pertama grader bekerja sama untuk menentukan
menceritakan kembali ini Where the Wild Things Are (Sendak, 1962) yang
diterbitkan sebagai buku besar:
•
Halaman 1: Max mendapat
masalah. Dia takut anjingnya dan harus dikirim ke tempat tidur.
•
Halaman 2: Ruangan ini
berubah menjadi hutan. Ini tumbuh dan tumbuh. Halaman 3: Sebuah perahu datang
untuk Max. Itu perahu pribadinya. Halaman 4: Dia berlayar ke mana hal-hal liar
hidup.
•
Halaman 5: Mereka
membuat dia menjadi raja dari semua hal liar,
•
Halaman 6: Hal-hal liar
memiliki rumpus liar. Mereka menari dan digantung di pohon.
•
Halaman 7: Max mengirim
mereka ke tempat tidur tanpa makan malam apapun.
•
Halaman 8: Lalu Max
ingin kembali ke rumah. Dia melambaikan tangan dan berlayar pulang
•
di perahu.
•
Halaman 9: Dan makan
malamnya sudah menunggunya. Itu masih panas dari microwave.
Sebagai
anak kelas pertama didikte menceritakan kembali, guru mereka menulis di atas
kertas grafik. Kemudian mereka membaca atas cerita beberapa kali, membuat
revisi. Selanjutnya, para siswa dibagi menjadi beberapa bagian teks untuk
setiap halaman. Maka siswa recopied teks ke setiap halaman untuk buku besar,
menggambar untuk menggambarkan setiap halaman, dan menambahkan cover dan
halaman judul. Siswa juga menulis buku-buku mereka sendiri, termasuk poin utama
pada awal, pertengahan, dan akhir cerita.
Siswa
juga menulis kembali cerita secara individu, dan anak-anak menggunakan gambar
untuk menceritakan kembali sebagian dari cerita. Cerita ini memiliki empat
halaman-halaman judul, halaman awal, halaman tengah, dan akhir-halaman dan
informasi dasar tentang cerita yang terkandung dalam menceritakan kembali
singkat ini.
Kadang-kadang
siswa mengubah sudut pandang dalam kembali mereka dan menceritakan kisah dari
sudut pandang karakter tertentu. Seorang siswa kelas empat telah menulis
menceritakan kembali ini "Goldilocks dan Tiga Beruang" dari
perspektif Bayi beruang:
Suatu hari ibu saya mengatakan. Aku harus
mandi. Aku benci untuk mandi, tapi aku harus.
Sementara
aku sedang mandi saya, Ibu membuat sarapan. Ketika aku keluar dari bak sarapan
sudah siap. Tapi Ayah marah karena sarapan bubur itu terlalu panas untuk makan.
Jadi Ibu berkata, "Mari kita pergi untuk berjalan-jalan dan biarkan
dingin." Saya pikir, "Oh boy, kita bisa berjalan-jalan!" Bubur
saya adalah tepat, tapi aku bisa makan nanti.
Ketika
kami kembali pintu depan kami terbuka. Ayah pikir itu binatang sehingga ia
mulai menggeram Aku benci kalau Dad menggeram. Itu benar-benar membuatku takut.
Pokoknya, tidak ada hewan di mana saja sehingga saya bergegas ke meja. Semua
orang duduk untuk makan. Aku berkata, "Seseorang makan bubur saya."
Kemudian Ayah melihat seseorang telah merasakan bubur nya. Dia benar-benar
marah.
Lalu
aku pergi ke ruang tamu karena saya tidak ingin dimarahi. Aku melihat kursi
goyang saya yang rusak. Aku bilang Dad dan ia mendapat bahkan marah.
Lalu
aku masuk ke kamar tidur saya. Aku berkata, "Seseorang telah tidur di
tempat tidur dan dia masih di dalamnya." Jadi gadis kecil ini dengan
rambut pirang panjang membangkitkan dan mulai berteriak. Ayah terpasang
telinganya. Dia melompat seperti dia takut kita dan berlari keluar rumah. Kita
tidak pernah melihat gadis kecil itu lagi.
Menulis
Pola Cerita.
Banyak
cerita memiliki pola berulang atau menahan diri, dan siswa dapat menggunakan
struktur ini untuk menulis cerita mereka sendiri. Sebagai bagian dari unit
fokus literatur tentang tikus, kelas pertama-kelas dibaca Jika Anda Berikan
Mouse a Cookie (Numeroff, 1985) dan berbicara tentang struktur lingkaran
cerita. Cerita dimulai dengan memberikan mouse cookie dan berakhir dengan mouse
mendapatkan cookie kedua. Kemudian kelas pertama kali menulis cerita tentang
apa yang akan mereka lakukan jika mereka diberi cookie. Seorang mahasiswa
bernama Michelle menggambar diagram lingkaran yang ditunjukkan pada Gambar 9-14
untuk mengatur kisahnya, dan kemudian dia menulis cerita ini yang telah
ditranskrip ke dalam ejaan bahasa Inggris konvensional:
Jika
Anda memberi Michelle roti dia mungkin
ingin beberapa lolipop. Lalu ia ingin serbet untuk membersihkan
wajahnya. Itu akan membuat dia lelah dan dia akan pergi ke tempat tidur untuk
tidur siang. Sebelum kau tahu itu, dia akan terjaga dan dia ingin berenang di
kolam renang. Lalu ia akan menonton kartun di TV. Dan dia akan mendapatkan lagi sehingga dia akan mungkin ingin kue
lain.
Judith
Viorst Alexander dan mengerikan, mengerikan, ada yang baik, sangat buruk Day
(1972) adalah cerita pola yang lebih canggih, dan setelah membaca buku ini,
siswa sering menulis tentang hari-hari buruk mereka sendiri. Seorang siswa
kelas lima bernama Yakub menulis versi yang berjudul "Jacob dan Payah, Stupid,
sangat buruk Day":
Suatu
hari saya naik sepeda saya dan saya jatuh dan patah lengan saya dan keseleo
kaki saya.
Aku
harus pergi ke rumah sakit dengan ambulans dan mendapatkan lengan saya set di
gips dan kaki saya dibungkus nyata ketat dalam perban. Aku tahu itu akan
menjadi payah, bodoh, hari yang sangat buruk. Saya pikir saya akan berenang ke
China.
Maka harus pergi ke dokter gigi dengan adikku
Melissa. Adikku tidak berlubang, tapi coba yang memiliki dua rongga. Aku tahu
itu akan menjadi payah, bodoh, hari yang sangat buruk. Saya pikir saya akan
berenang ke China.
Ibuku
merasa buruk bagi saya karena itu adalah hari yang buruk sehingga ia pergi dan
membeli saya hadiah-dua game Nintendo. Tapi adikku mulai berkelahi dengan saya
dan ibu saya menyalahkan saya untuk itu meskipun itu bukan salahku. Jadi ibuku
mengambil laga tandang. Aku ingin tahu apakah ada saudara yang lebih baik di
Cina?
Menulis
Sekuel.
Siswa
sering memilih untuk menulis sekuel sebagai proyek selama literatur unit fokus.
Sebagai contoh, setelah membaca The Sign of the Beaver (Speare, 1983), siswa
sering menulis sekuel di mana Matt dan Attean bertemu lagi. Siswa menulis
petualangan tambahan tentang ular boa setelah membaca The Day Jimmy Boa Makan
Wash (Noble, 1980). Banyak cerita meminjamkan diri untuk sekuel, dan siswa
menikmati memperluas cerita favorit.
Menulis
Cerita Genre.
Selama
beberapa unit fokus sastra, siswa membaca buku dan belajar tentang genre
tertentu, seperti cerita rakyat, fiksi sejarah, mitos, atau dongeng, Setelah
belajar tentang genre, siswa mencoba tangan mereka di menulis cerita yang
menggabungkan karakteristik genre. Setelah membaca cerita jahe manusia, kelas
anak TK ditentukan cerita ini yang guru mereka menulis pada kertas grafik.
Menariknya, para siswa diminta guru mereka untuk menulis cerita dalam dua
kolom. Pada kolom kiri guru menulis cerita, dan di kolom kanan dia menulis
menahan diri:
Kuda Berlari
•
Sekali waktu Lari,
lari,
•
ada kuda. secepat Anda
bisa,
•
Dia melompati Anda
tidak bisa menangkapku!
•
gerbang stabil dan melarikan
diri.
•
Menulis Cerita 351
•
Dia bertemu seorang
petani. Run, jalankan,
•
Petani mengejar dia
secepat yang Anda bisa,
•
tapi kuda berjalan Anda
tidak dapat menangkap mel
•
secepat angin.
•
Kuda itu bertemu
anjing. Run, jalankan,
•
Anjing mengejar dia.
secepat Anda bisa,
•
Kuda itu berjalan Anda
tidak dapat menangkap mei
•
secepat angin.
•
Kuda itu memenuhi
serigala. Run, jalankan,
•
Serigala mengejar dia.
secepat Anda bisa,
•
Kuda itu berjalan Anda
tidak bisa menangkap saya!
•
secepat angin.
•
Kemudian kuda memenuhi
rubah. Snip, snap, moncong,
Dan gobbles si
rubah dia. Kisah ini diceritakan keluar.
Kelas
kelas tujuh membaca dan meneliti mitos dan mitos dibandingkan dari berbagai
budaya. Kemudian mereka menerapkan apa yang telah mereka pelajari tentang mitos
dalam kolaborasi kelas ini mitos, "Suntaria dan Lunaria: Penguasa
Bumi," tentang asal-usul matahari aad bulan:
Dulu
Ketika dewa masih memerintah bumi, hiduplah dua bersaudara, Suntaria dan
Lunaria. Kedua saudara adalah orang-orang yang bijaksana dan kuat. Orang-orang
dari seluruh bumi mencari hikmat dan nasihat mereka. Setiap manusia, dengan
caranya sendiri, baik dan adil, namun keduanya berbeda seperti emas dan
batubara. Suntaria itu besar dan kuat dengan mata biru dan rambut cemerlang
emas. Rambut dan mata Lunaria itu adalah hitam paling hitam.
Suatu
hari Zeus, melihat ke bawah dari Gunung Olympus, memutuskan bahwa bumi
membutuhkan pemimpin-orang untuk mengawasi orang-orang setiap kali ia menjadi
terlalu lelah atau terlalu sibuk untuk melakukan pekerjaannya. Matanya jatuh pada
Suntaria dan Lunaria. Kedua orang bijaksana dan jujur. Kedua pria akan penguasa
yang baik. Yang laki-laki akan menjadi penguasa pertama di bumi?
Zeus
memutuskan hanya ada satu cara yang adil untuk memecahkan masalahnya. Dia
mengirim nya mes-Senger, Postlet, turun ke bumi dengan suara memerintahkan
manusia untuk memilih seorang raja. Hanya ada dua nama di surat suara-Suntaria
dan Lunaria.
Setiap
manusia sebagai dan setelah surat suara ditempatkan dalam kotak aman, Postlet
re¬turned mereka untuk Zeus. Selama tujuh tahun Zeus dan Postlet dihitung dan
menceritakan bal¬lots. Setiap kali mereka datang dengan hasil yang sama: 50%
dari orang yang untuk Suntaria dan 50% adalah untuk Lunaria. Hanya ada satu hal
Zeus bisa melakukan. Dia menyatakan bahwa baik pria akan memerintah atas bumi.
Ini
adalah bagaimana hal itu, dan ini adalah bagaimana itu. Suntaria masih menyebar
sinar keemasan hangat untuk menguasai hari-hari kita. Pada malam hari ia
melangkah turun dari tahtanya, dan gelap, jam tangan malam lembut Lunaria dan
melindungi kita sementara kita bermimpi.
Para
siswa yang tergabung karakteristik mitos dalam cerita mereka. Pertama, mitos
mereka menjelaskan fenomena yang baru-baru ini telah dijelaskan secara ilmiah.
Pengaturan ini latar belakang dan nyaris membuat sketsa. Akhirnya, charac¬ters
dalam mitos mereka adalah pahlawan dengan kekuatan gaib. Sangat menarik untuk
membandingkan mitos ini dengan matahari dan bulan mitos diberitahu oleh
aborigin Australia, penduduk asli Amerika, Nigeria, dan Polinesia dikumpulkan
dalam Legends of Matahari dan Bulan (Hadley & Hadley, 1983).
Dalam Siklus
Tema
Siswa
juga menulis cerita sebagai bagian dari siklus tema. Selama siklus tema pada
cuaca, siswa mungkin menulis cerita diatur dalam berbagai jenis cuaca, atau
selama Tema upper-kelas pada kehidupan abad pertengahan, siswa mungkin menulis
cerita diatur di sebuah puri. Dalam cerita ini, siswa menenun informasi yang
mereka pelajari ke dalam cerita mereka. Misalnya, kelas multi-usia siswa kelas
menengah bepergian di seluruh dunia selama studi sosial siklus tema tahun
panjang mereka. Ketika mereka mempelajari Hawaii, para siswa menulis cerita dan
dimasukkan ke dalam informa¬tion kisah mereka, karena cerita ini siswa
menunjukkan:
Liburanku ke Hawaii
Hari
ini aku mencapai Hawaii, negara kelima puluh. Dalam perjalanan ke hotel saya
saya melihat bidang tebu, kopi dan nanas. Lalu aku menghentikan mobil saya. Ada
kelapa berbaring di tengah jalan. Aku keluar dan mendapatkannya. Sebuah kelapa
adalah buah yang mengandung susu di dalamnya. Namun susu tidak membusuk.
Akhirnya
saya sampai ke hotel saya. Hotel saya adalah oleh gunung berapi yang disebut
Diamond Head. Ini adalah gunung berapi yang paling dikenal di pulau-pulau. Saya
sangat senang berada di atas sebuah hotel tinggi 15 cerita. Aku ingin pergi
berselancar di Samudera Pasifik, tapi aku sampai ke bagian dari hari itu hujan
mulai turun, hujan setiap hari di sini. Yah, aku akan pergi makan sandwich.
Kepulauan Hawai¬ian pertama kali ditemukan oleh Kapten. James Cook pada 1778.
Ia bernama mereka Kepulauan Sandwich,
Sekarang
aku akan pergi ke museum. Aku mendengar mereka memiliki panduan perjalanan hari
ini dan aku akan pergi. Ketika aku sampai di sana mereka memberi saya peta mana
kita akan pergi. Kita akan pergi ke ladang kopi. Yuck! Aku benci kopi tapi aku
akan pergi karena Hawaii adalah satu-satunya negara yang tumbuh kopi.
Selanjutnya kita
akan menuju oleh Pearl Harbor. Jika Anda seorang pencinta perang dan Anda ragu
bagaimana Amerika Serikat masuk Perang Dunia 2, baik, itu karena Jepang membom
Pearl Harbor pada tahun 1941. Ada sekitar 68 orang di bus ini dan sekitar 100
lebih orang yang menunggu kembali museum.
Oh
dan malam ini aku akan menari hula. Besok reservasi hotel saya ini berakhir
jadi saya lebih baik pergi pak jadi saya akan siap untuk tari hula. Lalu aku
pergi ke Australia.
Meskipun
penyisipan informasi tentang Hawaii dalam cerita ini agak canggung, siswa
bangga bahwa ia bisa memasukkan lebih dari 10 fakta dalam ceritanya.
Workshop Menulis
Banyak
tulisan yang siswa lakukan selama menulis lokakarya adalah cerita. Kelas
pertama sering menulis draf cerita tunggal yang menampilkan ilustrasi menonjol
dan terikat ke dalam buku, tetapi siswa yang lebih tua dan lebih berpengalaman
penulis bergerak melalui lima tahap proses penulisan karena mereka menulis
cerita. Siswa menerapkan apa yang telah mereka pelajari tentang unsur-unsur
struktur cerita dalam kisah-kisah mereka, dan guru sering mengajarkan
minilessons tentang unsur-unsur struktur cerita saat menulis lokakarya.
Banyak
siswa menulis cerita tentang hewan peliharaan mereka dan anggota keluarga.
Dalam contoh ini, siswa kelas pertama menulis tentang anjingnya Sebastian.
Kisahnya berjudul "Sebastian Goes ke Circus," dan ditulis dalam
format buku dengan kalimat dan gambar pada setiap halaman:
•
Halaman 1: Sebastian
berjalan ke sirkus.
•
Halaman 2: Ini
membawanya waktu lama untuk sampai ke sirkus.
•
Halaman 3: Ketika ia
sampai di sana ia tidak dapat menemukan seorang pria untuk membantunya.
•
Halaman 4: Sebastian
mencoba untuk melakukan beberapa trik tapi ia tidak bisa.
•
Halaman 5: Dia
menemukan Trainer Anjing dan dia belajar untuk melakukan banyak trik. Halaman
6: Sekarang dia adalah anjing sirkus paling terkenal di dunia!
DAFTAR PUSTAKA
Tomkins, Gail.
E. Hoskisson, Kenneth. (1995). Language Arts Content and Teaching
Strategies.
USA : Prentice – Hall, Inc.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar