Selasa, 14 April 2015

peta konsep teori belajar/alur pikir siswa





PETA KONSEP TEORI BELAJAR/ALUR PIKIR SISWA


Disusun untuk memenuhi tugas matakuliah Pengembangan Learning Trajectory Peserta Didik
Dosen : Prof. Dr. Marsigit, MA


UNY
 











Oleh:
NAMA           : SULISTIYA INGWARNI
NIM                : 14712259008



PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DASAR
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
2015





REVIEW TEORI BELAJAR

1)      Behaviorism Theory
1.      Hakikat Behaviorisme
Behaviorisme merupakan salah satu pendekatan di dalam psikologi pendidikan yang didasari keyakinan bahwa anak dapat dibentuk sesuai dengan apa yang diinginkan oleh orang yang membentuknya. Dengan demikian, perkembangan anak sangat ditentukan oleh faktor yang berada di luar diri anak, bukan dari faktor yang berasal dari dalam diri anak. Selanjutnya semua tindakan pendidikan ditentukan secara sepihak, yaitu pendidik dan anak dianggap sebagai objek pendidikan.
2.      Teori-teori behaviorisme
a.      Ivan Pavlov: Classical Conditioning
Ivan Pavlov (1849-1936), psikolog Rusia adalah yang pertama kali meneliti perilaku makhluk hidup berdasarkan classical conditioning atau pengkondisian lingkungan secara klasik. Hasil penemuan Pavlov melalui penelitiannya, yaitu classical conditioning merupakan temuan penting di dalam sejarah perkembangan psikologi karena temuan tersebut meletakkan dasar-dasar behavioral psychology. Prinsip-prinsip yang terdapat dalam classical conditioning masih tetap diterapkan dalam berbagai modifikasi perilaku di dalam pendidikan. Misalnya rasa takut terhadap pelajaran matematika diubah menajdi rasa senang dengan pelajaran matematika.
b.      Edward Lee Thorndike
Menurut Thorndike, belajar adalah proses interaksi antara stimulus dan respon. Stimulus adalah apa yang merangsang terjadinya kegiatan belajar seperti pikiran, perasaan, atau hal-hal lain yang dapat ditangkap melalui alat indera. Sedangkan respon adalah reaksi yang dimunculkan peserta didik ketika belajar, yang dapat pula berupa pikiran, perasaan, atau gerakan/tindakan. Jadi perubahan tingkah laku akibat kegiatan belajar dapat berwujud konkrit, yaitu yang dapat diamati, atau tidak konkrit yaitu yang tidak dapat diamati. Meskipun aliran behaviorisme sangat mengutamakan pengukuran, tetapi tidak dapat menjelaskan bagaimana cara mengukur tingkah laku yang tidak dapat diamati. Teori Thorndike ini disebut pula dengan teori koneksionisme (Slavin, 2000).
Ada tiga hukum belajar yang utama, menurut Thorndike yakni (1) hukum efek; (2) hukum latihan dan (3) hukum kesiapan (Bell, Gredler, 1991). Ketiga hukum ini menjelaskan bagaimana hal-hal tertentu dapat memperkuat respon.
c.       J.B Watson: Behavioral Psychology
Watson mendefinisikan belajar sebagai proses interaksi antara stimulus dan respon, namun stimulus dan respon yang dimaksud harus dapat diamati (observable) dan dapat diukur. Jadi walaupun dia mengakui adanya perubahan-perubahan mental dalam diri seseorang selama proses belajar, namun dia menganggap faktor tersebut sebagai hal yang tidak perlu diperhitungkan karena tidak dapat diamati. Watson adalah seorang behavioris murni, karena kajiannya tentang belajar disejajarkan dengan ilmu-ilmu lain seperi Fisika atau Biologi yang sangat berorientasi pada pengalaman empirik semata, yaitu sejauh mana dapat diamati dan diukur.
d.      B.F. Skinner: Operant conditioning
Konsep-konsep yang dikemukanan Skinner tentang belajar lebih mengungguli konsep para tokoh sebelumnya. Ia mampu menjelaskan konsep belajar secara sederhana, namun lebihkomprehensif. Menurut Skinner hubungan antara stimulus dan respon yang terjadi melalui interaksi dengan lingkungannya, yang kemudian menimbulkan perubahan tingkah laku, tidaklah sesederhana yang dikemukakan oleh tokoh tokoh sebelumnya. Menurutnya respon yang diterima seseorang tidak sesederhana itu, karena stimulus-stimulus yang diberikan akan saling berinteraksi dan interaksi antar stimulus itu akan mempengaruhi respon yang dihasilkan. Respon yang diberikan ini memiliki konsekuensi-konsekuensi. Konsekuensi-konsekuensi inilah yang nantinya mempengaruhi munculnya perilaku (Slavin, 2000). Oleh karena itu dalam memahami tingkah laku seseorang secara benar harus memahami hubungan antara stimulus yang satu dengan lainnya, serta memahami konsep yang mungkin dimunculkan dan berbagai konsekuensi yang mungkin timbul akibat respon tersebut. Skinner juga mengemukakan bahwa dengan menggunakan perubahan-perubahan mental sebagai alat untuk menjelaskan tingkah laku hanya akan menambah rumitnya masalah. Sebab setiap alat yang digunakan perlu penjelasan lagi, demikian seterusnya.
e.       Edwien Guthrie
Azas belajar Guthrie yang utama adalah hukum kontiguiti. Yaitu gabungan stimulus-stimulus yang disertai suatu gerakan, pada waktu timbul kembali cenderung akan diikuti oleh gerakan yang sama (Bell, Gredler, 1991). Guthrie juga menggunakan variabel hubungan stimulus dan respon untuk menjelaskan terjadinya proses belajar. Belajar terjadi karena gerakan terakhir yang dilakukan mengubah situasi stimulus sedangkan tidak ada respon lain yang dapat terjadi. Penguatan sekedar hanya melindungi hasil belajar yang baru agar tidak hilang dengan jalan mencegah perolehan respon yang baru. Hubungan antara stimulus dan respon bersifat sementara, oleh karena dalam kegiatan belajar peserta didik perlu sesering mungkin diberi stimulus agar hubungan stimulus dan respon bersifat lebih kuat dan menetap. Guthrie juga percaya bahwa hukuman (punishment) memegang peranan penting dalam proses belajar. Hukuman yang diberikan pada saat yang tepat akan mampu mengubah tingkah laku seseorang.
Saran utama dari teori ini adalah guru harus dapat mengasosiasi stimulus respon secara tepat. Pebelajar harus dibimbing melakukan apa yang harus dipelajari. Dalam mengelola kelas guru tidak boleh memberikan tugas yang mungkin diabaikan oleh anak (Bell, Gredler, 1991).
f.       Clark Hull
Clark Hull juga menggunakan variabel hubungan antara stimulus dan respon untuk menjelaskan pengertian belajar. Namun dia sangat terpengaruh oleh teori evolusi Charles Darwin. Bagi Hull, seperti halnya teori evolusi, semua fungsi tingkah laku bermanfaat terutama untuk menjaga agar organisme tetap bertahan hidup. Oleh sebab itu Hull mengatakan kebutuhan biologis (drive) dan pemuasan kebutuhan biologis (drive reduction) adalah penting dan menempati posisi sentral dalam seluruh kegiatan manusia, sehingga stimulus (stimulus dorongan) dalam belajarpun hampir selalu dikaitkan dengan kebutuhan biologis, walaupun respon yang akan muncul mungkin dapat berwujud macam-macam. Penguatan tingkah laku juga masuk dalam teori ini, tetapi juga dikaitkan dengan kondisi biologis (Bell, Gredler, 1991). 
3.      Penerapan Behaviorisme dalam pendidikan dan pembelajaran
1)      Modifikasi Perilaku
Modifikasi perilaku perlu dilakukan oleh para pendidik dalam mengatur ketertiban kelas dalam suatu proses pembelajaran.
2)      Pembelajaran berbasis behaviorisme
Penerapan teori behaviorisme di dalam pembelajaran dimulai dengan melakukan analisis kebutuhan siswa, kemudian dilanjutkan dengan menetapkan tujuan pendidikan atau pembelajaran.
3)      Pembelajaran Berdasarkan Sistem
Pendekatan system mencakup penetapan tujuan umum dan tujuan khusus, yang didikuti dengan kegiatan menganalisis sumber daya yang diperlukan merencanakan kegiatan pembelajaran dan evaluasi pembelajaran yang dilakukan secara berkesinambungan dan hasil evaluasi dijadikan dasar untuk melakukan berbagai perubahan yang diperlukan.
4)      Pembelajaran Terprogram
Pembelajaran terprogram merupakan serangkaian kegiatan pembelajaran yang deprogram secara khusus dengan tujuan agar peserta didik dapat membelajarkan dirinya sendiri.

2)      Social Cognitive Theory
Bandura (1986) mengembangkan dan mendefinisikan teori sosial kognitif yang mengusulkan bahwa orang-orang tidak didorong oleh kekuatan batin atau secara otomatis dibentuk dan dikendalikan oleh rangsangan eksternal. Sebaliknya, fungsi manusia dijelaskan dalam hal model determinisme timbal balik triadic. Dalam model ini, yang dapat divisualisasikan sebagai sebuah segitiga sama sisi, perilaku, kognitif dan faktor personal lainnya dan peristiwa lingkungan semua beroperasi sebagai penentu berinteraksi satu sama lain. Sifat orang kemudian didefinisikan dalam perspektif triadic ini.
http://etec.ctlt.ubc.ca/510wiki/images/2/24/Bandurasc1.jpg
Timbal balik merujuk pada aksi saling sementara determinisme menandakan produksi efek. Karena banyaknya berinteraksi pengaruh dalam tiga serangkai, kondisi yang berbeda dapat menyebabkan atau membantu efek yang berbeda.
Oleh karena itu sifat orang yang muncul adalah unik meskipun semua orang didefinisikan dalam tiga serangkai. Karena orang-orang memiliki diri capablilities direktif mereka mampu melakukan kontrol yang signifikan atas pikiran mereka, perasaan dan tindakan. Fungsi pengaturan diri ini merupakan bagian penting dari teori kognitif sosial. Ada interaksi yang berkelanjutan antara diri-yang dihasilkan dan sumber eksternal pengaruh. Orang membuat panduan untuk perilaku mereka, motivator diri untuk kursus tindakan dan kemudian menanggapi perilaku mereka dengan cara evaluatif diri. Sangat sering standar yang digunakan untuk menilai perilaku didasarkan pada reaksi orang lain yang signifikan dengan perilaku ini.
Penelitian atas mana teori ini terletak mengandung banyak sisi yang membantu menjelaskan bagaimana orang memperoleh pengetahuan tentang perilaku sosial manusia yang diperlukan agar dapat berfungsi. Salah satu aspek improtant pembelajaran sosial manusia adalah modeling.
Pada tahun 1963 Bandura dan Walters pertama kali menggunakan pembelajaran sosial jangka untuk menunjukkan bahwa pembelajaran akan sangat membosankan jika orang harus bergantung pada trial and error untuk belajar. Untungnya, sebagian besar perilaku manusia dipelajari observasional melalui pemodelan.
Konseptualisasi Bandura pemodelan jauh lebih komprehensif daripada sebelumnya dan berisi ketentuan untuk mengembangkan pemikiran baru dan kreatif. Dia menyarankan kita mengamati orang lain dan menyandikan informasi yang akan berfungsi sebagai panduan untuk tindakan selanjutnya. Modeling adalah metode yang sangat efisien pembelajaran sosial yang bisa dilakukan dialami sendiri, hanya melalui pengamatan orang lain. Kelima jenis perilaku sosial yang dapat dipelajari dengan cara ini adalah 1. keterampilan kognitif baru dan perilaku; 2. diperkuat atau melemah hambatan dipelajari sebelumnya; 3. prompt sosial atau bujukan; 4. bagaimana menggunakan lingkungan; 5. ketika menjadi terangsang dan apa reaksi emosional untuk mengekspresikan. (Tuckman, 1992)
Semua variasi ini memungkinkan Bandura untuk menetapkan bahwa ada langkah-langkah tertentu yang terlibat dalam proses pemodelan:
1)         Perhatian.
2)         Retensi.
3)         Reproduksi.
4)         Motivasi.
Self Efficacy adalah konsep utama dalam teori Bandura perilaku dan motivasi. Menurut Bandura self efficacy adalah penilaian seseorang tentang kemampuan sendiri untuk melakukan suatu tindakan berhasil. Teori Bandura memprediksi bahwa orang akan memilih, bertahan dalam, dan mengeluarkan usaha pada tugas-tugas yang mereka percaya bahwa mereka dapat melaksanakan dengan sukses. Teori ini juga menunjukkan bahwa orang akan menghindari situasi yang mereka percaya melebihi kemampuan mengatasi mereka. Bandura lanjut berteori bahwa rasa yang baik self efficacy memberikan ketahanan bagi individu kreatif untuk bertahan dalam persuing tujuan bahkan setelah ditolak berkali-kali. Orang harus memiliki perasaan yang cukup kuat dari self efficacy hari ini karena kompleksitas masyarakat saat ini. Jadi selain keterampilan yang dibutuhkan untuk berfungsi dalam masyarakat ditambahkan kebutuhan rasa cukup kuat self efficacy.
Di sekolah hari ini telah menjadi semakin penting bagi guru untuk memikul tanggung jawab untuk mengajarkan keterampilan sosial dan perilaku yang baik. Tampaknya Bandura teori, penelitian dan keyakinan semua akhirnya menyibukkan diri dengan pemberdayaan orang di masyarakat yang adil dan peduli, tujuan yang sama seperti semua pendidik memiliki di dalam kelas. Tujuan ini adalah pemberdayaan anak-anak untuk berpikir dan bertindak secara mandiri dengan cara yang murah hati.

3)      Cognitive Information Processing
Teori ini disampaikan oleh Robert Gagne (1970) dan berpendapat bahwa proses belajar adalah suatu proses dimana siswa terlibat dalam aktivitas yang memungkinkan mereka memiliki kemampuan yang tidak dimiliki sebelumnya.
Terdapat 8 tingkatan kemampuan belajar, dimana kemampuan belajar pada tingkat tertentu ditentukan oleh kemampuan belajar ditingkat sebelumya. Adapun 8 tingkatan belajar tersebut antara lain :
1)        Signal Learning
Dari signal yang dilihat/didengarnya, anak akan memberi respon tertentu.
2)        Stimulus – Response Learning
Seorang anak yang memberikan respon fisik atau vokal setelah mendapat stimulus – respon yang sederhana.
3)        Chaining
Kemampuan anak untuk menggabungkan dua atau lebih hasil belajar stimulus – respon yang sederhana. Channing terbatas hanya pada serangkaian gerak (bukan serangkaian produk bahasa lisan.
4)        Verbal Association
 Bentuk penggabungan hasil belajar yang melibatkan unit bahasa seperti memberi nama sebuah objek / benda.
5)        Multiple Discrimination
Kemampuan siswa untuk menghubungkan beberapa kemampuan chainning sebelumnya.
6)        Concept Learning
Belajar konsep artinya anak mampu memberi respon terhadap stimulus yang hadir melalui karakteristik abstraknya. Melalui pemahaman konsep siswa mampu mengidentifikasikan benda lain yang berbeda ukuran, warna, maupun materinya, namun masih memiliki kararkteristik dari objek itu sendiri.
7)        Principle Learning
Kemampuan siswa untuk menghubungkan satu konsep dengan konsep lainnya.
8)        Problem Solving
Siswa mampu menerapkan prinsip-prinsip yang telah dipelajari untuk mencapai satu sasaran.
       Adapun terdapat tiga komponen utama dalam pemrosesan informasi, yaitu :
·         MEMORI JANGKA PENDEK
·         MEMORI JANGKA PANJANG
·         REGISTER PENGINDERAAN
Penyebab lupa yang terjadi pada proses interferensi, yaitu :
·         Hambatan Proaktif : Dimana berinterferensi dengan tugas yang dipelajari kemudian
·         Hambatan Retroaktif : Dimana apabila mempelajari suatu tugas kedua membuat seseorang lupa apa yang telah dipelajari sebelumnya

4)      Meaningfull Learning Theory
Teori yang disampaikan oleh David Ausubel (1969). Beliau berpendapat bahwa guru harus dapat mengembangkan potensi kongitif siswa melalui proses belajar yang bermakna. Bermakna yaitu materi pelajaran yang baru match dengan konsep yang ada dalam struktur kognisi siswa.
Sama seperti Bruner dan Gagne, Ausubel beranggapan bahwa aktivitas belajar siswa, terutama meraka yang berada di tingkat pendidikan dasar akan bermanfaat kalau mereka banyak dilibatkan dalam kegiatan langsung. Namun siswa pada pendidikan lebih tinggi, maka kegiatan langsung akan menyita banyak waktu. Untuk mereka, lebih efektif kalau guru menggunakan penjelasan, peta konsep, demonstrasi, diagram dan ilustrasi.
Langkah-langkah yang biasanya dilakukan untuk menerapkan belajar bermakna Ausebel sebagai berikut :
1)      Advance Organizer (Handout)
Penyampaian awal tentang materi yang akan dipelajari siswa diharapkan siswa secara mental akan siap untuk menerima materi kalau mereka mengatahui sebelumnya apa yang akan disampaikan guru.
2)      Progressive Differensial
Materi pelajaran yang disampaikan guru hendaknya bertahap. Diawali dengan hal-hal atau konsep yang umum, kemudian dilanjutkan ke hal-hal yang khusus, disertai dengan contoh-contoh.
3)      Integrative Reconciliation
Penjelasan yang diberikan oleh guru tentang kesamaan dan perbedaan konsep-konsep yang telah mereka ketahui dengan konsep yang baru saja dipelajari.
4)      Consolidation
Pemantapan materi dalam bentuk menghadirkan lebih banyak contoh atau latihan sehingga siswa bisa lebih paham dan selanjutnya siap menerima materi baru.

5)      Developmental Approach
1.      Prinsip-Prinsip Perkembangan menurut Jamaris(2012):
a.       Manusia berkembang dengan kecepatan yang berbeda.
Seorang guru dalam suatu kelas sangat dekat dengan berbagai pengalaman tentang perbedaan dalam kecepatan perkembangan. Misalnya, seorang siswa berkembang sangat cepat dalam melakukan koordinasi gerakan motorik kasar. Motorik halus, dan koordinasi visual motorik. Ia dapat berlari sambil melempar atau menangkap bola, sementara siswa lainnya cepat matang dalam berpikir dan dalam melakukan interaksi sosial dengan baik.
b.      Manusia berkembang dengan urutan perkembangan yang teratur.
Anak balita dapat berjalan setelah ia merambat, dan kemampuan merambat baru dapat dikuasai anak balita setelah ia menyelesaikan tugas-tugas perkembangan motorik sebelumnya yaitu merangkak. Usia remaja baru dapat dimasuki anak setelah ia melalui usia dini dan usia anak-anak.
c.       Perkembangan berlangsung dengan proses yang bertahap.
Oleh sebab itu, suatu perkembangan tidak mungkin terjadi dalam waktu satu hari saja. Seorang anak yang tidak dapat menulis, memerlukan waktu untuk dapat melakukan kegiatan menulis, karena kegiatan menulis membutuhkan pra syarat, yaitu kemampuan memegang pensil dengan baik dan kemampuan mengenal dan memahami huruf dan alphabet yang dapat dirangkai menjadi kata yang berarti, serta kemampuan untuk memusatkan perhatian.
2.      Perkembangan Kognitif menurut Jean Piaget
Pusat teori Piaget adalah pada empat tahap perkembangan yang terjadi pada anak-anak. Brikut grafik perkembangan kognitif menurut Jean Piaget:
Ø  Fase Sensorimotorik (lahir-2 thn)
·         Kecerdasan ini ditunjukkan melalui aktivitas motorik tanpa menggunakan simbol-simbol.
·         Pengetahuan tentang dunia terbatas karena didasarkan pada interaksi fisik / pengalaman.
·         Anak-anak mendapatkan objek permeance sekitar 7 bulan.
·         Pembangunan fisik (mobilitas) memungkinkan anak untuk mulai mengembangkan kemampuan intelektual baru.
·         Beberapa simbolik (bahasa) kemampuan yang dikembangkan pada akhir tahap ini.
Ø  Fase Pra Operasional (2-7 thn)
·         Intelijen ditunjukkan melalui penggunaan simbol-simbol, penggunaan bahasa dewasa, dan memori dan imajinasi dikembangkan.
·         Berpikir dilakukan dalam nonlogical, cara nonreversable.
·         Dominan Berpikir egosentris
Ø  Fase Operasional Konkret (7-11 thn)
·         Kecerdasan ini ditunjukkan melalui manipulasi logis dan sistematis simbol yang berkaitan dengan benda-benda konkrit.
·         Pemikiran operasional berkembang (tindakan mental yang bersifat reversibel).
·         Pemikiran egosentris berkurang.
Ø  Fase Operasional Formal (7 thn keatas)
·         Kecerdasan ini ditunjukkan melalui manipulasi logis dari simbol yang berkaitan dengan konsep-konsep abstrak.
·         Pada awal periode ini ada kembali ke pemikiran egosentris.
·         Banyak orang dewasa tidak pernah mencapai tahap ini.
http://etec.ctlt.ubc.ca/510wiki/images/9/9f/Developmental_Theory.jpg
3.      Perkembangan Kognitif menurut Bruner
Jerome Bruner menyatakan bahwa proses perkembangan kognitif sejalan dengan perkembangan anak. Perkembangan kognitif menurut Bruner adalah perkembangan kemampuan berpikir yang berlangsung secara setahap demi setahap. Perkembangan kemampuan berpikir tersebut memerlukan interaksi anak dengan lingkungannya, yang disebutnya sebagai interaksi antara kemampuan yang ada di dalam diri manusia dengan lingkungan di sekitarnya dan berlangsung dalam waktu yang panjang. Hal ini disebabkan karena proses perkembangan kemampuan berpikir atau proses perkembangan intelligence berlangsung sejalan dengan proses belajar. Dalam hal ini, melalui proses belajar, anak secara perlahan dan terus-menerus mengorganisasi lingkungannya ke dalam berbagai unit yang bermakna, proses ini disebut Bruner sebagai proses konseptualisasi dan kategorisasi konsep yang tersusun dalam memori. Susunan konsep dan kategori tentang lingkungan tersebut disebut schemata. Konsep dan kategori konsep dibangun melalui berbagai pengalaman dan melalui prosedur yang disebutnya coding, yang menjelaskan hubungan antara konsep umum dengan konsep khusus.
Perkembangan kognitif menurut Bruner dibagi menjadi 3 fase yaitu:
1)      Enactive
Enactive representation berkaitan dengan cara yang digunakan anak dalam membangun kemampuan kogntifnya atau kemampuan berpikirnya melalui pengalaman empirik atau nyata. Misalnya, anak akan mengerti nama suatu makanan apabila makanan tersebut ditunjukkan kepadanya dan disebutkan namanya,
2)      Iconic
Iconic representation berkaitan kemampuan manusia dalam menyimpan pengalaman empiric di dalam ingatannya. Anak yang telah mencapai kemampuan ini sudah dapat menyebutkan nama benda dan peristiwa yang ditampilkan melalui gambar, atau untuk mengekspresikan pikirannya , anak dapat menggunakan gambar yang dibuatnya.
3)      Symbolic
Symbolic representation berkaitan dengan kemampuan manusia dalam memahami konsep dan peristiwa yang disajikan melalui bahasa. Pernyataan yang diungkapkan melalui bahasa yang mengandung konsep dan karakteristik konsep serta makna yang berkaitan dengan konsep tersebut. Dalam fase ini, anak telah mampu berpikir secara abstrak.


4.      Vygotsky: ZPD (Zone of Proximal Development)
Vygotsky mendefinisikan ZPD sebagai jarak anatara kemampuan yang dikuasai yang tercermin dari kemampuan dalam memecahkan amsalah secara mandiri dan kemampuan yang sedang berkembang dan membutuhkan pertolongan melalui interaksi social, yang dapat dilihat dari kemampuan anak dalam memecahkan amsalah dengan bantuan orang dewasa atau teman sebaya yang telah memiliki kemampuan tersebut. Vygotsky meyakini bahwa bila siswa berada dalam area ZPD untuk tugas-tugas belajar tertentu maka perlu diberikan bantuan atau scaffolding, tanpa bantuan tersebut, maka siswa akan mendapatkan berbagai kesulitan dan kurang berhasil dalam menyelesaikan tugas-tugas belajar tersebut dengan baik. Apabila siswa telah menguasai tugas-tugas yang dipelajarinya, maka scaffolding ditiadakan dan untuk selanjutnya siswa dapat menyelesaikan tugas-tugas balajar tersebut sendiri dengan baik.

6)      Social Formation Theory
Konstruktivisme sosial telah dipelajari oleh banyak psikolog pendidikan, yang peduli dengan implikasinya terhadap pengajaran dan pembelajaran. Konstruktivisme sosial meluas konstruktivisme dengan memasukkan peran aktor-aktor lain dan budaya dalam pembangunan. Dalam hal ini juga dapat dibandingkan dengan teori pembelajaran sosial dengan menekankan interaksi melalui observasi.
Strategi pembelajaran didasarkan pada konstruktivisme sosial yang merupakan area penelitian aktif adalah pembelajaran kolaboratif yang didukung komputer (CSCL). Strategi ini memberikan siswa kesempatan untuk berlatih keterampilan abad ke-21 dalam komunikasi, berbagi pengetahuan, pemikiran kritis dan penggunaan teknologi yang relevan yang ditemukan di tempat kerja.
Selain itu, studi pada peningkatan penggunaan diskusi siswa di dalam kelas baik dukungan dan didasarkan pada teori konstruktivisme sosial. Ada berbagai keuntungan yang dihasilkan dari pelaksanaan diskusi di kelas. Berpartisipasi dalam diskusi kelompok memungkinkan siswa untuk menggeneralisasi dan mentransfer pengetahuan mereka tentang pembelajaran di kelas dan membangun fondasi yang kuat untuk mengkomunikasikan ide-ide secara lisan. Banyak penelitian berpendapat diskusi yang memainkan peran penting dalam meningkatkan kemampuan siswa untuk menguji ide-ide mereka, mensintesis ide-ide lain, dan membangun pemahaman yang lebih dalam apa yang mereka pelajari. Besar dan kecil diskusi kelompok juga mampu siswa kesempatan untuk melatih self-regulation, penentuan nasib sendiri, dan keinginan untuk bertahan dengan tugas-tugas . Selain itu, diskusi meningkatkan motivasi siswa, keterampilan kolaboratif, dan kemampuan untuk memecahkan masalah. Meningkatkan kesempatan siswa untuk berbicara dengan satu sama lain dan mendiskusikan ide-ide mereka meningkatkan kemampuan mereka untuk mendukung pemikiran mereka, mengembangkan keterampilan penalaran, dan untuk berdebat pendapat mereka persuasif dan hormat. Selain itu, perasaan masyarakat dan kolaborasi di dalam kelas meningkat melalui penawaran lebih banyak kesempatan bagi siswa untuk berbicara bersama-sama.
Mengingat keuntungan yang dihasilkan dari diskusi, cukup mengejutkan bahwa itu tidak digunakan lebih sering. Studi telah menemukan bahwa siswa tidak teratur terbiasa berpartisipasi dalam wacana akademik. Nystrand (1996) berpendapat bahwa guru jarang memilih diskusi kelas sebagai format instruksional. Hasil penelitian (1996) tiga tahun Nystrand yang berfokus pada 2400 siswa di 60 kelas yang berbeda menunjukkan bahwa guru kelas khas menghabiskan kurang dari tiga menit satu jam memungkinkan siswa untuk berbicara tentang ide-ide dengan satu sama lain dan guru. Bahkan dalam mereka tiga menit diskusi, kebanyakan bicara tidak benar karena diskusi itu tergantung pada pertanyaan guru-diarahkan dengan jawaban yang telah ditentukan. Beberapa pengamatan menunjukkan bahwa siswa di sekolah sosial ekonomi rendah dan kelas track yang lebih rendah diperbolehkan bahkan lebih sedikit kesempatan untuk diskusi. Guru yang mengajar seolah-olah mereka menghargai apa yang siswa mereka berpikir membuat peserta didik. Diskusi dan wacana interaktif mempromosikan belajar karena mereka mampu siswa kesempatan untuk menggunakan bahasa sebagai demonstrasi pikiran independen mereka. Diskusi memunculkan tanggapan berkelanjutan dari siswa yang mendorong berarti keputusan melalui negosiasi dengan ide-ide orang lain. Jenis pembelajaran "mempromosikan retensi dan mendalam pemrosesan yang terkait dengan manipulasi kognitif informasi".
Salah satu cabang baru-baru ini bekerja menjelajahi perspektif konstruktivis sosial pada pembelajaran berfokus pada peran teknologi sosial dan media sosial dalam memfasilitasi generasi pengetahuan sosial dibangun dan pemahaman dalam lingkungan online.

7)      Representation and Discovery Learning
Teori Belajar Penemuan (Discovery Learning). Teori ini disampaikan oleh Jerome Bruner (1966). Merupakan suatu pendekatan dalam belajar, dimana siswa berinteraksi dengan lingkungannya dengan jalan mengeksplor dan memanipulasi obyek, bergulat dengan sejumlah pertanyaan dan kontroversi atau melakukan percobaan. Ide dasar dari teori ini adalah siswa akan mudah mengingat suatu konsep jika konsep tersebut mereka dapatkan sendiri melalui proses belajar penemuan. (Prinsip belajar : selidiki/inquiri dan temukan/discover).
Jerome Bruner juga memperkenalkan konsep perkembangan kognisi anak-anak yang mewakili 3 bentuk representasi:
Enactive: Pengetahuan anak diperoleh dari aktivitas gerak yang dilakukannya seperi pengalaman langsung atau kegiatan konkrit
Iconic: Masa ketika pengetahuan anak diperoleh melalui sajian gambar atau grafis lainnya seperti film dan gambar statis.
Symbolic: Suatu tahap dimana anak mampu memahami atau membangun pengetahuan melalui proses bernalar dengan menggunakan simbol bahasa seperti kata-kata atau simbolisasi abstrak lainnya.

8)      Constructivist Approach
Pada dasarnya pengetahuan yang kita miliki adalah konstruktivisme (bentukan) kita sendiri (Von Glaseserfeld, 1996). Seseorang yang belajar akan membentuk pengertian, ia tidak hanya meniru atau mencerminkan apa yang diajarkan atau yang ia baca, melainkan menciptakan pengertian baik secara personal maupun sosial (Resnick, 1983 ; Bettencourt, 1989). Pengetahuan tersebut dibentuk melalui interaksi dengan lingkungannya.
Agar dapat mengerti sesuatu yang dipelajari, maka pembelajar harus bisa menemukan, mengorganisir, menyimpan, mengemukakan dan memikirkan suatu konsep atau kejadian dalam proses yang aktif dan konstruktif. Melalui proses pembentukan konsep yang terus menerus maka pengertian bisa dibangun (Bettencourt, 1989).
Pandangan Konstruktivisme
Mengajar bukanlah memindahkan pengetahuan dari guru ke murid, melainkan suatu kegiatan yang memungkinkan siswa membangun sendiri pengetahuannya (Bettencourt, 1989).
Berpikir yang baik lebih penting daripada mempunyai jawaban yang benar (Von Glasersfeld, 1989).
Gagasan Konstruktivisme Tentang Pengetahuan
Siswa mengkonstruksi skema kognitif, kategori, konsep dan struktur dalam membangun pengetahuan, sehingga setiap siswa memiliki skema kognitif, kategori dan struktur yang berbeda.
Proses abstraksi dan refleksi seseorang menjadi sangat berpengaruh dalam kontribusi pengetahuan (Reflection/abstraction as primary).
Faktor Yang Mempengaruhi Konstruksi Pengetahuan
1)      Hasil konstruksi yang telah dimiliki (Constructed Knowledge)
2)      Domain pengalaman (Domain Of Experience)
3)      Jaringan struktur kognitif (Existing Cognitive Structure)
Makna Belajar Dalam Konstruktivisme
a.       Belajar berarti membentuk makna
b.      Konstruksi merupakan proses yang terus menerus
c.       Belajar bukan kegiatan mengumpulkan fakta, tetapi proses pengembangan pemikiran dengan membuat pengertian
Peran Dalam Pembelajaran Konstruktivisme
a.       Menyediakan pengalaman belajar
b.      Memberikan kegiatan yang merangsang keingintahuan mahasiswa
c.       Menyediakan sarana yang membuat mahasiswa berpikir produktif
d.      Memonitor dan mengevaluasi hasil belajar mahasiswa
Proses Pembelajaran Konstruktivisme
a.       Orientasi (Apersepsi)
b.      Elisitasi, Pengungkapan ide siswa
c.       Restrukturisasi ide : (menjelaskan ide, berargumentasi, membangun ide baru dan mengevaluasi ide baru)
Evaluasi Dalam Pembelajaran Konstruktivisme
Alternative Assesment, dengan menggunakan potofolio, observasi proses, simulasi dan permainan, dinamika kelompok, studi kasus dan performance appraisal
Strategi Pembelajaran Konstruktivisme
Antara lain Student-Centered Learning Strategis, dimana siswa belajar aktif, belajar mandiri, belajar kooperatif dan kolaboratif, self-regulated learning dan generative learning.
Implikasi Konstruktivisme terhadap Proses Belajar
Berdasarkan prinsip bahwa ”Dalam belajar seseorang harus mengkonstruksi sendiri pengetahuannya”, maka guru hendaknya mengusahakan agar murid aktif berpartisipasi dalam membangun atau mengkonstruksi pengetahuannya.
Ada dua pertanyaan yang perlu dicermati guru, yaitu :
1)      Pengalaman-pengalaman apa yang harus disediakan bagi para siswa supaya dapat memperlancar proses belajar
2)      Bagaimana pembelajar dapat mengungkapkan atau menyajikan apa yang telah mereka ketahui untuk memberi arti pada pengalaman-pengalaman itu (Tobin, Trippin dan Gallard, 1994)
Model pembelajaran yang menggambarkan prinsip konstruktivisme : kesempatan yang luas bagi siswa untuk mengungkapkan gagasan dan pemikirannya, siswa dibantu untuk lebih berpikir dan merefleksikan pengetahuan mereka dalam kegiatan seperti : diskusi kelompok, debat, menulis paper, membuat laporan penelitian dimajalah, berdiskusi dengan para ahli, meneliti dilapangan, mengungkapkan pertanyaan dan sanggahan terhadap apa yang disampaikan guru, dll.

9)      Sosial Approach
Social Approach merupakan varian dari pendekatan constructivism. Pada pendekatan constructivism siswa secara individu aktif membangun pengetahuan dan pemahamannya berdasarkan informasi-informasi yang diterimanya dengan melakukan aktifitas-aktifitas. Pada pendekatan social constructivism siswa membangun pengetahuan dan pemahamannya berdasarkan informasi-informasi yang diterimanya dengan melakukan aktifitas-aktifitas bersama-sama teman secara berkelompok.

10)  Technological Approach
Computer Assisted Instruction (CAI) mengacu pada program komputer yang materi pembelajaran ini, beberapa di antaranya juga menilai dan menyimpan catatan pemahaman siswa. (Britannica, 2011)
Penggunaan CAI berasal dari munculnya mikrokomputer pada 1970-an. Saat ini, sebagian besar program CAI bahan hadir melalui tutorial, drill dan praktek, simulasi, dan pemecahan masalah pendekatan. Beberapa Program CAI juga menilai dan menyimpan catatan pemahaman siswa.
Menggunakan komputer memungkinkan instruksi untuk memasukkan multimedia seperti teks, grafik, suara dan video yang sesuai dengan kebutuhan peserta didik dengan gaya belajar yang berbeda. Dengan menyediakan satu-satu interaksi dan memproduksi respon langsung terhadap jawaban masukan, komputer memungkinkan siswa untuk menunjukkan penguasaan dan belajar materi baru dengan langkah mereka sendiri.
Melihat affordances CAI dan perannya dalam proses pembelajaran, istilah ini mungkin perlu didefinisikan ulang dalam waktu dekat untuk memasukkan drill dan praktek, tutorial, dan permainan pendidikan pada perangkat elektronik genggam.
Berbasis komputer pendidikan (CBE) dan instruksi berbasis komputer (CBI) merupakan istilah luas dan dapat merujuk pada hampir semua jenis komputer digunakan dalam pengaturan pendidikan, termasuk drill and practice, tutorial, simulasi, manajemen pembelajaran, latihan tambahan, pemrograman, pengembangan database, menulis menggunakan pengolah kata, dan aplikasi lainnya.
Komputer-dikelola instruksi (CMI) dapat menunjuk pada penggunaan komputer oleh staf sekolah untuk mengatur data siswa dan membuat keputusan instruksional atau kegiatan di mana komputer mengevaluasi hasil tes siswa, membimbing mereka untuk mencadangkan sumber daya instruksional, dan menyimpan catatan kemajuan mereka.
Komputer diperkaya instruksi (CEI) didefinisikan sebagai kegiatan belajar di mana komputer
1.      menghasilkan data atas permintaan siswa untuk menggambarkan hubungan dalam model realitas sosial atau fisik
2.      mengeksekusi program yang dikembangkan oleh siswa, atau
3.      memberikan pengayaan umum dalam latihan yang relatif tidak terstruktur dirancang untuk merangsang dan memotivasi siswa.


PETA KONSEP